Tiga Alasan KPK Gelar Perkara Kasus Joko Tjandra dengan Kejaksaan dan Bareskrim
Berita

Tiga Alasan KPK Gelar Perkara Kasus Joko Tjandra dengan Kejaksaan dan Bareskrim

KPK belum memutuskan untuk mengambil alih.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejaksaan Agung Febrie Ardiansyah diwawancarai wartawan usai gelar perkara di KPK. Foto: RES
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejaksaan Agung Febrie Ardiansyah diwawancarai wartawan usai gelar perkara di KPK. Foto: RES

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan gelar perkara bersama dengan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri dan juga Kejaksaan Agung berkaitan dengan perkara Joko Tjandra. Meskipun gelar perkara dilakukan bersama, namun ada pemisahan waktu karena baik Bareskrim dan juga Kejaksaan mempunyai perkara yang berbeda walaupun keduanya masih saling berkaitan satu dengan yang lain. Gelar perkara antara KPK dan Bareskrim dimulai sekitar pukul 10.00 WIB, menyusul  gelar perkara di Kejaksaan Agung pada Pukul 15.00 WIB.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyampaikan ada tiga alasan lembaganya melakukan gelar perkara bersama dengan dua aparat penegak hukum lainnya tersebut yaitu Kepolisian dan Kejaksaan. Pertama, karena kasus yang sedang ditagani bermuara pada satu perbuatan, sehingga dapat diperoleh gambaran utuh mengenai perkara. Kedua, agar ada percepatan penanganan perkara. Ketiga, supaya ketiga lemba (KPK, Kejaksaan, dan Polri --red) bersinergi dan memiliki kesatuan atau persamaan perlakuan di hadapan hukum. “Itu yang kami laksanakan,” kata Ghufron.

Ghuforn menampik sinyalemen gelar perkara dilakukan lantaran ada dugaan keterlibatan petinggi Kejaksaan. Menurut dia sebuah perkara pidana termasuk korupsi tidak bisa ditentukan dari rumor maupun pemberitaan media, apalagi hingga saat ini belum ada alat bukti yang menunjukkan keterlibatan pihak lain di luar mereka yang sudah ditetapkan sebagai tersangka.

(Baca juga: Kejagung Usut Dugaan Tindak Pidana Jaksa Pinangki).

Tim penyidik, kata dia, bekerja bukan berdasarkan rumor atau pemberitaan media, melainkan bukti-bukti yang diperoleh. Ghufron juga menjelaskan alasan mengapa gelar perkara dilakukan tidak bersamaan sekaligus, yaitu KPK, Kejaksaan dan Kepolisian. Menurutnya ada dua perkara dengan dua tempat yang waktu berbeda yang ditangani kedua penegak hukum tersebut. Di Bareskrim Polri misalnya menangani perkara dugaan suap dalam kasus penerbitan Red Notice sementara Kejaksaan Agung masalah penerbitan fatwa.

Saat ditanya apakah KPK akan mengambil alih kasus ini dari Kejaksaan, Ghufron menampiknya. “Tentang pengambilalihan itu setelah dilanjutkan supervisinya,” pungkasnya.

Ghufron menekankan supervisi yang dilakukan KPK terus berjalan, dan tidak menutup kemungkinan gelar perkara lagi. “Sementara ini adalah gelar pertama. Sehingga kami masih menerima dan juga menerima laporan sejauh mana baik dari Mabes Polri maupun Kejaksaan Agung hasil-hasil yang dia peroleh dari hasil penyidikan. Kami tidak kemudian memberi anu, kami hanya beri arahan saja,” ujarnya.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung) Ali Mukartono mengaku pihaknya menerima berbagai masukan dari KPK terkait penanganan kasus dugaan suap pengurusan PK dan permintaan fatwa ke MA yang menjerat Jaksa Pinangki Sirna Malasari, terpidana cessie Bank Bali Joko Tjandra dan pengusaha Andi Irfan Jaya.

Tags:

Berita Terkait