Ironi Penggunaan Klausula Baku Bagi Konsumen Indonesia
Resensi

Ironi Penggunaan Klausula Baku Bagi Konsumen Indonesia

Riset sociolegal mulai dari doktrin, hukum positif, putusan pengadilan, efektivitas hukum, hingga budaya hukum. Mengurai paradoks dalam hukum perlindungan konsumen di Indonesia.

Oleh:
Normand Edwin Elnizar
Bacaan 4 Menit
Ironi Penggunaan Klausula Baku Bagi Konsumen Indonesia
Hukumonline

Sudah 20 tahun sejak UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) berlaku di Indonesia. Penerapannya yang berupaya menyeimbangkan posisi konsumen terhadap pelaku usaha belum sesuai harapan. David M.L.Tobing menyebut konsumen masih pada posisi lemah saat berhadapan dengan pelaku usaha/produsen (hal.ix). Riset disertasi David secara khusus menyingkap praktik penggunaan klausula baku yang kerap merugikan hak konsumen. Padahal sudah ada batasan hingga mekanisme pengawasan penggunaan klausula baku dalam UUPK.

“Secara khusus buku ini lebih menekankan isu dan pokok permasalahan pada aspek perkembangan pemikiran klausula baku tertentu sebagai suatu perbuatan yang dilarang dalam UUPK,” kata David menjelaskan gambaran besar karyanya (hal.x).

Buku berjudul Klausula Baku: Paradoks Dalam Penegakan Hukum Perlindungan Konsumen ini adalah riset disertasi David yang diterbitkan. Ia menggunakan metode sociolegal untuk membuktikan secara empiris adanya paradoks dalam penegakan hukum soal klausula baku tertentu yang dilarang.

“Metode sociolegal ini dipakai mengingat masih minimnya penelitian lapangan tentang klausula baku untuk mengungkap kesulitan konsumen saat berkonflik dengan pelaku usaha,” kata anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) periode 2013-2016 ini menambahkan. Riset ini pun berhasil David tuntaskan saat masih menjabat anggota BPKN tahun 2015 lalu.

Setidaknya ada tiga paradoks yang Ketua Komunitas Konsumen Indonesia ini tunjukkan. UUPK sudah melarang klausula baku tertentu namun justru banyak digunakan pelaku usaha dalam praktik bisnis mereka. UUPK memberikan hak pada konsumen namun mereka tidak tahu atau malah enggan menuntutnya. UUPK juga mewajibkan Pemerintah melakukan pengawasan untuk melindungi konsumen namun tidak berjalan semestinya.

David membuat risetnya komprehensif sebagai kajian empiris. Mulai dari doktrin perlindungan konsumen soal klausula baku, membedah UUPK secara normatif, membandingkan putusan-putusan pengadilan yang relevan, membuktikan efektivitas pengawasan, hingga memetakan kesadaran masyarakat atas haknya sebagai konsumen.

Guru Besar Hukum Kekayaan Intelektual Universitas Indonesia, Agus Sardjono memuji jerih payah David. Selaku promotor, Agus berperan besar ‘menantang’ David membuat karya yang tidak sekadar normatif. “Ternyata David berani menghadapi tantangan itu,” kata Agus dalam testimoninya

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait