Bahasa Hukum: 'Risiko' dari Perspektif Hukum Perjanjian

Bahasa Hukum: 'Risiko' dari Perspektif Hukum Perjanjian

Percaya atau tidak, Mahkamah Agung menyatakan salah satu pasal dalam KUH Perdata tidak berlaku karena beban risiko yang diatur agak ganjil. Setidaknya, ada dua kebijakan yang diambil.
Bahasa Hukum: 'Risiko' dari Perspektif Hukum Perjanjian
Ilustrasi Foto: RES

Pemerintah Indonesia memutuskan untuk tidak memberangkatkan jamaah haji pada musim haji tahun 2020. Pemerintah menggunakan alasan kesehatan dan keselamatan jamaah untuk mengambil keputusan ini. Bagaimana dengan para pengusaha yang sudah terlanjur menyewa gedung atau bahan makanan untuk kebutuhan para jamaah haji? Bagaimana nasib kontrak dengan maskapai penerbangan? Sangat mungkin ada pihak tertentu yang dirugikan secara materiil dan moril akibat keputusan penundaan haji.

Dalam lain kasus, sangat mungkin barang yang sedang dikirimkan ke daerah tujuan musnah di perjalanan akibat kapal yang mengangkutnya tenggelam. Barang yang disewa musnah akibat kebakaran; pesawat yang disewa dari perusahaan asing tertembak di daerah konflik. Mungkin juga, barang mewah yang dipesan mengandung cacat akibat jatuh sebelum tiba ke tempat orang yang membeli?

Seorang direktur perseroan di Semarang telah mengajukan gugatan kepada direktur perusahaan lain akibat ruang pengeringan yang berstatus sewa terrbakar. Penggugat, pemilik ruang sewa, menuntut tanggung jawab kepada penyewa setelah ruangan itu terbakar, bukan hanya menghabiskan ruangan tetapi juga barang-barang Penggugat yang ada di ruangan itu. Pengadilan Negeri Semarang –yang dikuatkan pengadilan di atasnya hingga tingkat peninjauan kembali (PK)—menyatakan Tergugat terbukti melakukan perbuatan melawan hukum, menyatakan Tergugat menimbulkan kerugian materiil sebesar AS$131.947,55 atau setara dengan Rp1.319.475.500. Majelis hakim menghukum Tergugat membayar kerugian tersebut kepada Penggugat secara tunai dan sekaligus (putusan Mahkamah Agung No. 540 PK/Pdt/2007).

Peristiwa semacam inilah yang lazim disebut risiko. Dalam hukum perjanjian, risiko sangat penting untuk diperhatikan dan diatur secara detail, terutama tentang siapa yang akan memikul tanggung jawab atas kerugian-kerugian yang mungkin timbul. Risiko itu secara leksikal dimaknai sebagai kewajiban menanggung atau memikul kerugian sebagai akibat sesuatu peristiwa di luar kesalahannya, yang menimpa barang yang menjadi objek perjanjian (Kamus Hukum karya R. Subekti dan Tjitrosoedibjo, 1989: 96).

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional