Urgensi Pengaturan Bank Tanah dalam RUU Cipta Kerja
Utama

Urgensi Pengaturan Bank Tanah dalam RUU Cipta Kerja

Prinsipnya, sejumlah anggota Baleg DPR setuju terkait pengaturan bank tanah dalam RUU Cipta Kerja ini. Namun, diminta agar bank tanah harus mampu mendistribusikan lahan/tanah ke masyarakat secara tepat dan berkeadilan.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit
Gedung DPR, tempat pembahasan RUU antara pemerintah dan DPR. Foto: RES
Gedung DPR, tempat pembahasan RUU antara pemerintah dan DPR. Foto: RES

Pengaturan bank tanah yang sebelumnya menjadi perdebatan dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pertanahan kembali mengemuka. Setelah pembahasan RUU Pertanahan tertunda, kini keberadaan pengaturan bank tanah bakal diatur secara detil dalam draf RUU Cipta Kerja. Nantinya, keberadaan bank tanah secara kelembagaan berada di bawah presiden dan terdapat dewan pengawas.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN) Himawan Arief Sugoto mengatakan bank tanah sebagai land manajer diarahkan pada empat hal. Pertama, mengelola tanah bagi kepentingan umum, pembangunan, sosial, dan reforma agraria. Bank tanah sebagai badan khusus bertugas mengelola tanah dengan hak pengelolaan (HPL) yakni merencanakan, memperoleh, mengadakan, mengelola, memanfaatkan hingga mendistribusikan tanah sebagaimana diatur Pasal 123 draf RUU Cipta Kerja.

“Kegiatan bank tanah adalah menyediakan tanah untuk kepentingan umum, pembangunan, sosial, dan reforma agraria, pemerataan ekonomi, konsolidasi lahan, dan nonprofit,” ujar Himawan dalam rapat Panja RUU Cipta Kerja dengan Badan Legislasi DPR, Rabu (16/9/2020). (Baca Juga: Legislator Ini Tolak Sentralisasi Bidang Pendidikan dalam RUU Cipta Kerja)

Himawan menerangkan saat menjalankan tugasnya dalam mengatur HPL, bank tanah bersifat transparan dan akuntabel. “HPL ini dapat diberikan antara lain hak atas tanah berupa hak guna usaha (HGU) hingga hak guna bangunan (HGB). Status tanah yang diberikan itu, bank tanah nantinya dapat mengoptimalkan demi kepentingan umum hingga reforma agraria.”

Dia mencontohkan betapa harga tanah di perkotaan terus mengalami peningkatan. Sementara lahan pertanahan kerap digunakan untuk kepentingan perdagangan dan perindustrian. Sementara orang miskin terus bertambah tanpa mampu memiliki rumah dan lahan karena tak ada akses ketersediaan tanah bagi perumahan di perkotaan.

“Bank tanah harus hadir dan memastikan harga tanah untuk tidak melulu menjadi komoditas yang dimanfaatkan untuk komersial, sehingga kita bisa menyediakan rumah di perkotaan (untuk masyarakat yang kurang mampu, red),” ujarnya.

Dia menerangkan secara keorganisasian, bank tanah tidak berada langsung di bawah Kementerian ATR/BPN. Nantinya, bakal dibentuk komite bank tanah dalam RUU Cipta Kerja. Personil komite bank tanah nantinya ditunjuk oleh presiden dan diisi oleh para menteri terkait. “Jumlahnya bisa jadi 3, 5 atau 7 orang menteri agar satu sama lain saling check and balance, sehingga tak ada satupun menteri yang melakukan abuse of power.”

Tags:

Berita Terkait