Penundaan Tahapan Pilkada Serentak Perlu Payung Hukum
Berita

Penundaan Tahapan Pilkada Serentak Perlu Payung Hukum

Tapi, pemerintah sedang menyiapkan dua opsi Perppu perbaikan kepatuhan protokol kesehatan atau merevisi pelaksanaan Pilkada Serentak 2020. Mungkinkah materi penundaan tahapan pelaksanaan pilkada masuk materi Perppu?

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Simulasi pemungutan suara dalam Pilkada Serentak 2020 dengan menerapkan protokol kesehatan Covid-19. Foto: RES
Simulasi pemungutan suara dalam Pilkada Serentak 2020 dengan menerapkan protokol kesehatan Covid-19. Foto: RES

Banyak pihak menyuarakan agar penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak di 270 daerah ditunda pelaksanaanya. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab atau alasan penundaan tersebut. Mulai abai terhadap protokol kesehatan, hingga meningkatkan kasus positif Covid-19 di berbagai daerah. Namun, kalaupun ingin menunda Pilkada Serentak harus dituangkan dalam aturan khusus yang menjadi payung hukum.

“Tapi, sejauh ini payung hukum yang berlaku baru mengatur pelaksanaan dalam kondisi normal,” ujar Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo dalam keterangannya, Senin (21/9/2020). (Baca Juga: Kalangan Parlemen Suarakan Penundaan Tahapan Pilkada)

Dia mendorong pemerintah agar segera merumuskan dan menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang mengatur Pilkada Serentak 2020 di masa pandemi. Yakni dengan berorientasi jaminan keselamatan dan kesehatan kepada masyarakat. Melalui Perppu dapat mengatur hal teknis. Seperti mekanisme sanksi yang lebih tegas, ataupun menerapkan special voting arrangement.

Bamsoet, begitu biasa disapa, berharap DPR dan pemerintah dapat segera membahas materi Perppu di masa sidang DPR, kemudian menyetujui menjadi UU atau sebaliknya. Tentu saja, pembahasan dengan melibatkan para epidemiologi maupun Satgas Penanganan Covid-19 dalam menentukan ukuran atau indikator apa saja yang bisa dipakai untuk menjadi pegangan KPU dalam menyelenggarakan pilkada.

“Mendorong KPU dapat menyusun aturan yang ketat mengenai mekanisme selama pelaksanaan masa kampanye di tengah pandemi Covid-19, mengingat keselamatan dan kesehatan masyarakat harus lebih diutamakan,” ujarnya.

Mantan Ketua DPR periode 2014-2019 itu mengusulkan agar KPU mempertimbangkan metode kotak suara keliling sebagai alternatif menjemput pemilih yang khawatir ke tempat pemungutan suara (TPS). Pasalnya penyelenggaraan pilkada di tengah situasi pandemi berpotensi menurunkan partisipasi masyarakat untuk menggunakan hak suaranya.

Terpisah, anggota DPD Agustin Teras Narang menilai penundaan Pilkada Serentak perlu adanya payung hukum. Setidaknya pemerintah perlu cepat mengambil keputusan menunda pelaksanaan pilkada mengingat jumlah kasus positif Covid-19 terus meningkat. Baginya, jauh lebih baik menunda sesaat ketimbang kesehatan masyarakat menjadi korbannya.

Tags:

Berita Terkait