Rezim Pasar Bebas di RUU Cipta Kerja Dinilai Ancam Kedaulatan Petani dan Pangan Nasional
Berita

Rezim Pasar Bebas di RUU Cipta Kerja Dinilai Ancam Kedaulatan Petani dan Pangan Nasional

Diplomasi ekonomi internasional Pemerintah Jokowi saat ini terus memassifkan liberalisasi ekonomi dengan membuka akses pasar bagi perdagangan barang, jasa, dan investasi.

Oleh:
Moch. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 5 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Peringatan Hari Tani Nasional yang jatuh pada Kamis (24/9), menjadi momentum kelompok masyarakat untuk semakin menguatkan desakannya terhadap Pemerintah dan DPR untuk menghentikan kelanjutan pembahasan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Desakan ini dirasa relevan dengan momentum Hari Tani Nasional karena RUU Cipta Kerja diniliai mengadopsi rezim pasar bebas dan akan mengancam masa depan petani nasional.

Bagaimana tidak? Dalam pembahasan RUU Cipta Kerja ini, tercatat ada 79 Undang-Undang Nasional yang akan direvisi maupun ketentuannya akan dihapus dalam RUU Cipta Kerja. Termasuk pengubahan empat Undang-Undang disektor pangan dan pertanian yang diubah karena harus menyesuaikan dengan kebijakan World Trade Organization (WTO).

Empat Undang-Undang itu di antaranya, UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, UU No. 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, serta UU No. 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura sebagai jawaban atas Putusan World Trade Organization (WTO) akibat kekalahan Indonesia dari gugatan Amerika Serikat, Selandia Baru dan Brazil terkait kebijakan impor pangan.

Koordinator Advokasi Indonesia for Global Justice (IGJ), Rahmat Maulana Sidik,  menegaskan RUU Cipta Kerja telah mengadopsi rezim pasar bebas yang ditetapkan oleh WTO. Menurut Maulana, hal ini dibuktikan dengan substansi RUU Cipta Kerja yang membuka liberalisasi impor pangan seluas-luasnya dan menyerahkannya pada mekanisme pasar.

Rahmat menilai hal ini akan membawa ancaman serius bagi keberlanjutan petani dan pangan nasional. Sementara di saat yang sama, negara dinilai tidak peduli dengan keberlanjutan nasib petani dan pangan nasional. Tidak hanya itu, membuka keran impor pangan membawa dampak serius pada inflasi pangan dan nilai tukar rupiah yang tidak stabil. (Baca: Melihat Rumusan Lembaga Pengelola Investasi dalam RUU Cipta Kerja)

“Negara importir pangan akan sulit mengendalikan inflasi dan nilai tukar rupiahnya,” ujar Maulana dalam keterangannya kepada hukumonline, Kamis (24/9).

Dia melanjutkan, dengan terus dikebutnya pembahasan RUU Cipta Kerja oleh Pemerintah dan Parlemen ini tidak terlepas dari kebijakan ekonomi Pemerintahan Jokowi yang hari ini terus memusatkan pertumbuhan ekonomi melalui ekspansi investasi asing yang berbasis pada sumber daya alam. Hal ini tentunya berdampak terhadap ketimpangan penguasaan sumber daya alam, termasuk didalamnya adalah penguasaan hak atas tanah untuk kepentingan investor.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait