Catatan ICW terhadap Keputusan Pelanggaran Etik Firli
Berita

Catatan ICW terhadap Keputusan Pelanggaran Etik Firli

Bagi ICW, tindakan Firli menggunakan transportasi mewah semestinya diganjar sanksi berat yakni berupa rekomendasi agar mundur dari pimpinan KPK.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 4 Menit
Ketua KPK Firli Bahuri usai mengikuti sidang lanjutan terkait dugaan pelanggaran kode etik, di Gedung KPK, beberapa waktu lalu. Foto: RES
Ketua KPK Firli Bahuri usai mengikuti sidang lanjutan terkait dugaan pelanggaran kode etik, di Gedung KPK, beberapa waktu lalu. Foto: RES

Permintaan maaf keluar dari bibir Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri setelah dijatuhi sanksi ringan berupa teguran tertulis dua oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK karena terbukti melanggar kode etik pedoman perilaku KPK. Meski dijatuhi sanksi etik, keputusan pelanggaran etik Dewas KPK terhadap Firli dianggapp masih tak sesuai harapan publik dan pelapor.

Anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai kualitas penegakan kode etik di KPK belum berdiri tegak. Sebab, keputusan Dewas KPK yang mengganjar sanksi ringan terhadap Firli Bahuri dalam kasus penggunaan helikopter layak dipertanyakan. Dia menilai tindakan Firli menggunakan transportasi mewah semestinya diganjar sanksi berat yakni berupa rekomendasi agar mundur dari pimpinan KPK.

Untuk itu, ICW memberikan lima catatan atas putusan Dewan Pengawas KPK yang menjatuhkan sanksi ringan kepada Ketua KPK itu. Pertama, alasan Dewas menyebut Firli tak menyadari pelanggaran yang dilakukan sangat tak masuk akal. Sebagai pucuk pimpinan KPK, semestinya memahami dan mempraktikkan Peraturan Dewan Pengawas No. 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK. Lagipula, tindakan Firli dinilai berseberangan dengan nilai integritas yang seringkali dikampanyekan KPK yakni pola hidup sederhana.

Kedua, dalam pertimbangannya, Dewas tak menimbang sedikitpun pelanggaran etik Firli saat menjabat Deputi Penindakan KPK. Padahal, penting untuk dipertimbangkan Dewas dalam keputusan tersebut. Seperti diketahui, pada 2018 lalu, ICW melaporkan Firli ke Deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat atas dugaan melakukan pertemuan dengan pihak yang sedang berperkara di KPK.

Pada September 2019, KPK mengumumkan Firli terbukti melanggar kode etik dan diganjar sanksi pelanggaran berat. Namun dalam keputusan terbaru, Dewas malah menilai Firli tak pernah dihukum akibat pelanggara etik. Baginya, pertimbangan putusan Dewas teranyar kontraproduktif dengan fakta dalam status Firli yang sebelumnya pernah diganjar sanksi pelanggaran berat secara etik.

Ketiga, Dewas dinilai abai melihat tindakan Firli saat mengendarai Helikopter sebagai moda transportasi mewah atas berbagai kontroversi yang sempat dilakukan. Mulai dari tidak melindungi pegawai saat diduga disekap ketika ingin melakukan penangkapan sampai pada pengembalian paksa Kompol Rossa Purbo Bekti. “Pemeriksaan Dewan Pengawas tidak menggunakan spektrum yang lebih luas dan komprehensif,” kritiknya.

Keempat, putusan Dewas tersebut dianggap sulit mendongkrak reputasi KPK di mata publik yang sejak setahun belakangan pamornya menukik tajam. Soalnya, sanksi ringan tersebut boleh jadi bakal menjadi preseden bagi pegawai atau pimpinan KPK lainnya terhadap pelanggaran serupa

Tags:

Berita Terkait