Kebebasan Informasi dan Perlindungan Data Pribadi Saling Memagari
Berita

Kebebasan Informasi dan Perlindungan Data Pribadi Saling Memagari

Perhatian negara terhadap perlindungan data pribadi masih lemah.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 3 Menit
Kebebasan Informasi dan Perlindungan Data Pribadi Saling Memagari
Hukumonline

Orang sering mempertentangkan antara kebebasan memperoleh informasi dengan perlindungan data pribadi sebagai hak privasi. Batas-batas antara kebebasan warga negara memperoleh informasi seringkali menjadi abu-abu ketika berhadapan dengan hak privasi, terutama mengenai batas-batas data pribadi yang dapat diakses publik. Walhasil, penanganan kasus-kasus penyalahgunaan data pribadi tidak maksimal.

Guru Besar Universitas Hasanuddin Makassar, Judhariksawan, menjelaskan kebebasan memperoleh informasi dan perlindungan data pribadi adalah dua rezim hak asasi manusia yang saling melengkapi dan saling memagari. Selain itu, hak mendapatkan informasi dan hak atas privasi merupakan hak asasi manusia yang bersifat derogable, artinya dapat dibatasi.

“Hak mendapatkan informasi dan hak privadi adalah hak asasi manusia yang saling melengkapi, saling memagari, dan sama-sama dapat dibatasi,” kata Judhariksawan dalam seminar daring dan peluncuran buku ‘Kebebasan Informasi versus Hak atas Privasi: Tanggung Jawab Negara dalam Perlindungan Data Pribadi’, Sabtu (26/9).

Selain itu, Judhariksawan mengatakan sebagai hak asasi manusia, kebebasan memperoleh informasi dan perlindungan data pribadi bersifat inalienable (melekat secara kodrati dan inheren sebagai manusia) dan indivisibility (tidak dapat dipisahkan dan koheren dalam pemenuhan). Dalam praktiknya, hak memperoleh informasi itu dipagari oleh hak privasi warga negara. Privasi tertentu warga negara (misalnya nomor telepon dan kekayaan) mungkin terbuka ketika yang bersangkutan menjadi pejabat negara.

Nenny Rianarizkiwati, penulis buku tersebut, mengatakan ada perkembangan global pengaturan perlindungan data (Data Protection Act) dan kebebasan memperoleh informasi (Freedom of Information Act, atau Right to Information Act). Indonesia sudah memiliki UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, sedangkan RUU Perlindungan Data Pribadi masih dalam proses pembahasan di Senayan. (Baca juga:Penerapan e-KYC Harus Diimbangi Perlindungan Data Pribadi)

Nenny menunjuk kasus yang sudah sering terjadi, pesan singkat penawaran produk atau jasa. Banyaknya SMS penawaran produk/jasa membuktikan data pribadi warga negara telah bocor, setidaknya telah diperjualbelikan secara bebas. Ironisnya, negara terkesan tidak hadir secara maksimal mengatasi kebocoran data warga negara. Malah, data kependudukan warga negara dibagi ke lembaga di luar Kementerian Dalam Negeri. “Perhatian negara terhadap perlindungan data pribadi masih sangat lemah,” ujar Nenny.

Hak atas informasi eksplisit disinggung dalam konstitusi, yakni Pasal 28F UUD 1945. Sebaliknya, hak atas privasi tidak tercantum secara eksplisit. Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 hanya menyebut setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi. Pemenuhan hak atas informasi bagi warga negara ‘dijaga’ oleh Komisi Informasi. Lewat Komisi ini, warga negara dapat mengajukan permohonan sengketa jika Badan Publik tidak memberikan informasi yang diminta. Sebaliknya, belum ada lembaga yang mengurusi perlindungan data pribadi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait