Catatan KSP Tentang Rancangan Perpres Pelibatan TNI Menangani Terorisme
Berita

Catatan KSP Tentang Rancangan Perpres Pelibatan TNI Menangani Terorisme

Terpenting yang perlu diatur untuk menangani terorisme harus berbasis skala/skema tingkat ancaman dan lembaga yang tepat menetapkan skala ancaman itu adalah BNPT.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi TNI: HGW
Ilustrasi TNI: HGW

Deputi V Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Jaleswari Pramodhawardani mengatakan UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI mengatur pelibatan TNI dalam mengatasi terorisme masuk kategori operasi militer selain perang (OMSP). OMSP dilaksanakan berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.

Pasal 7 ayat (1) UU TNI mengatur tugas pokok TNI menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan NKRI, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Penjelasan pasal 7 ayat (1) UU TNI menyebut ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa.

Antara lain berbentuk aksi teror bersenjata yang dilakukan oleh teroris internasional atau bekerja sama dengan teroris dalam negeri atau oleh teroris dalam negeri. Mengacu ketentuan tersebut perempuan yang disapa Dani itu menilai TNI mengatasi terorisme yang potensi ancaman dan daya hancur tinggi.

Pasal 43i ayat (3) UU No.5 Tahun 2018 tentang Pemberantarasan Tindak Pidana Terorisme mengatur pelibatan TNI dalam mengatasi terorisme diatur melalui Peraturan Presiden (Perpres). Sekalipun pelibatan TNI ini diatur melalui Perpres, tapi Dani menegaskan pelaksanaan OMSP harus mengacu pasal 7 ayat (2) UU TNI.

Karena itu, perlu diatur dalam tingkat (skala) ancaman terorisme seperti apa pelibatan TNI bisa dilakukan. “Pelibatan TNI ada batasannya, dikendalikan oleh politik sipil dengan mekanisme check and balances yang baik,” kata Jaleswari Pramodhawardani dalam diskusi daring yang diselenggarakan Imparsial, Kamis (24/9/2020) kemarin. (Baca Juga: Draf Perpres Pelibatan TNI Tangkal Terorisme Diusulkan Memuat 7 Prinsip Ini)

Dani mengatakan sedikitnya ada 3 hal yang perlu diperhatikan terkait batasan pelibatan TNI dalam menangani terorisme. Pertama, dikendalikan otoritas sipil. Kedua, bentuknya tugas perbantuan, bukan tugas utama. Ketiga, berdasarkan gradasi ancaman dan wilayah yang tidak dapat dijangkau aparat penegak hukum. Dia mencatat selama ini praktik OMSP dalam rangka mengatasi terorisme sudah berjalan, misalnya pembebasan warga negara Indonesia yang disandera Abu Sayyaf di Filipina, dan operasi Tinombala.

Menurut Dani, Perpres harus disusun cermat, konsisten, dan selaras dengan UU. Berbagai pihak telah menyampaikan masukan, antara lain menyebut pentingnya batasan pelibatan TNI; jangan sampai ada tumpang tindih kewenangan; soal pendanaan dan lainnya. Proses selanjutnya pembahasan Perpres akan dilakukan di DPR.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait