Hukum Acara dan Strategi Beracara di Pengadilan Pajak
Berita

Hukum Acara dan Strategi Beracara di Pengadilan Pajak

Melalui Pendidikan Pelatihan Lanjutan ini diharapkan Wajib Pajak mengerti peradilan pajak dan langkah-langkah menjalankannya, apabila ada masalah di bidang pajak.

Oleh:
CT-CAT
Bacaan 3 Menit
 Pendidikan Pelatihan Lanjutan (PPL) IKHAPI bertema ‘Strategi Beracara di Pengadilan Pajak’ pada 24 September 2020. Foto: istimewa.
Pendidikan Pelatihan Lanjutan (PPL) IKHAPI bertema ‘Strategi Beracara di Pengadilan Pajak’ pada 24 September 2020. Foto: istimewa.

Pembangunan infrastruktur yang menjadi fokus di era pemerintahan Presiden Joko Widodo tak pelak turut meningkatkan anggaran belanja negara. Konsekuensinya, peningkatan pengeluaran ini membutuhkan kenaikan pendapatan negara dan bertumpu pada penerimaan perpajakan. Itu sebabnya, optimalisasi penerimaan perpajakan menjadi hal yang penting dan strategis untuk dilakukan.

 

Perpajakan merupakan hal utama dalam penerimaan negara (APBN), dengan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah; Pajak Penghasilan; serta Pajak Pusat Lainnya sebagai penopang pembangunan negara. Perpajakan Indonesia menganut sistem self assessment system,yaitu sistem penentuan pajak yang membebankan penentuan besaran pajak yang perlu dibayarkan oleh Wajib Pajak bersangkutan secara mandiri. Itu sebabnya, Direktrorat Jendral Pajak yang merupakan bagian dari pemerintah berperan dalam pegawasan serta menguji kepatuhan Wajib Pajak. Hal tersebut, mau tidak mau menciptakan perbedaan pandangan antara Wajib Pajak dan Direktorat Jendral Pajak (DJP).

 

Dikutip dari media informasi publik dan laman DJP, dalam Laporan Kinerja DJP Tahun 2019, otoritas pajak menyebut jumlah putusan Pengadilan Pajak atas banding dan gugatan mengalami kenaikan dari 6.034 pada 2018 menjadi 6.763 pada 2019. Namun, tingkat kemenangan DJP pada tahun 2019 mengalami penurunan dibanding tahun 2018, yaitu dari 43,54 persen menjadi sebesar 40,54 persen.

 

Setidaknya, otoritas pajak menyebutkan anjloknya jumlah putusan yang mempertahankan objek banding atau gugatan di Pengadilan Pajak disebabkan oleh empat hal. Pertama, banyaknya kasus koreksi ketentuan formal yang dimentahkan oleh hakim. Ini terkait Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) yang diterbitkan sebelum tanggal jatah nomor seri dan SPT MASA PPh 26 yang tidak ada form DGT 1. Kedua, perencanaan strategi pemenangan kasus yang belum optimal. Ketiga, kualitas koreksi pemeriksaan yang masih banyak menyalahi aturan sehingga menyebabkan posisi Direktorat Jenderal Pajak di Pengadilan Pajak menjadi lemah. Keempat, cara pandang Majelis Hakim yang lebih mengedepankan keadilan substantive dan mengabaikan fungsi peraturan pajak yang lainnya (menjaga ketertiban di bidang administrasi perpajakan).

 

Dalam Pendidikan Pelatihan Lanjutan (PPL) bertema ‘Strategi Beracara di Pengadilan Pajak’ yang diselenggarakan secara daring oleh Ikatan Kuasa Hukum dan Advokat Pajak Indonesia (IKHAPI), Presiden IKHAPI Joyada Siallagan, S.E., S.H., M.H., CTA., CITA sebagai pembicara, mengungkapkan bahwa strategi beracara di Pengadilan Pajak harus berpedoman sesuai dengan UU No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum Perpajakan dan UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, sebagai syarat-syarat pemenuhan Persidangan Banding dan gugatan di Pengadilan Pajak.

 

“Sesuai dengan ketentuan itu, semua tidak bisa berjalan secara bersamaan. Namun, dalam banding di persidangan ada Ketentuan Formal dan Materiil, dan isi gugatan bisa dimasukan dalam ketentuan formal persidangan Banding,” ungkap Joyada Siallagan saat menjawab pertanyaan peserta mengenai ‘Apakah bisa gugatan dan banding diajukan secara bersamaan?’ pada PPL 24 September 2020.

 

Mewakili Lembaga Sertifikasi Profesi Konsultan Pajak Indonesia (LSP KPI), Justus Sirait, S.E., CTA., CITA selaku moderator pada PPL online ‘Strategi Beracara di Pengadilan Pajak’ menyimpulkan, penyelesaian sengketa pajak pada tingkat yudisial diselesaikan di Pegadilan Pajak. Wajib Pajak yang tidak setuju dengan keputusan DJP harus mempersiapkan diri untuk menjalankan proses banding dan gugatan ke Pengadilan Pajak. Wajib Pajak harus mengetahui terlebih dahulu sistem hukum dari Pengadilan Pajak sesuai dengan UU No 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan UU No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum Perpajakan.

Tags:

Berita Terkait