Penyelesaian Sengketa dalam PMSE
Kolom

Penyelesaian Sengketa dalam PMSE

​​​​​​​Dalam praktiknya banyak platform Indonesia yang transaksinya dilakukan oleh Pelaku Usaha dan Konsumen dalam negeri namun syarat dan ketentuan justru memilih hukum asing jika terjadi sengketa.

Bacaan 8 Menit
Muhamad Ali Hasan. Foto: Istimewa
Muhamad Ali Hasan. Foto: Istimewa

Sejak Pemerintah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di berbagai daerah, banyak pertokoan maupun mal yang menghentikan kegiatannya guna mencegah penyebaran virus Covid-19. Hal ini pun telah banyak mengubah pola transaksi di masyarakat dari yang sebelumnya berbelanja secara konvensional (offline) menjadi transaksi secara online.

Selain itu kemajuan teknologi dan kemudahan akses menjadi faktor utama tumbuhnya transaksi secara online. Meskipun transaksi secara online memberikan kemudahan bagi konsumen, namun hal ini juga mempunyai potensi permasalahan di kemudian hari yang di antaranya adalah sejauh mana pertanggungjawaban penyedia sistem elektronik/market place dalam transaksi online serta penyelesaian sengketa bilamana terjadi permasalahan hukum.

Kontrak Elektronik dan Hubungan Hukum PMSE

Transaksi secara online dalam peraturan perundang-undangan dikenal dengan istilah Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang mendefiniskan PMSE sebagai perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik.

Dalam transaksi konvensional, bilamana terjadi permasalahan pada proses transaksi tentu konsumen akan lebih mudah meminta pertanggungjawaban langsung kepada penjual karena proses transaksi dilakukan secara langsung antara konsumen dengan penjual tanpa melalui perantara. Sedangkan dalam transaksi e-commerce bilamana terjadi permasalahan pada proses transaksi seringkali pihak yang pertama kali dimintakan pertanggungjawaban oleh konsumen bukanlah penjual melainkan pihak penyedia sistem elektronik/market place.

Berbeda dengan proses transaksi konvensional yang pada umumnya hanya melibatkan dua pihak yakni konsumen dengan pelaku usaha, suatu proses transaksi e-commerce dapat melibatkan banyak pihak yakni: konsumen, pelaku usaha, penyedia sistem elektronik/market place, payment gateway, hingga jasa pengiriman. Banyaknya pihak yang terlibat dalam suatu proses transaksi e-commerce juga menimbulkan kesulitan bilamana terjadi permasalahan dalam proses transaksi tersebut dan menentukan pihak mana yang dapat dimintakan pertanggungjawaban.

Sebagai contoh bila konsumen melakukan pembelian suatu barang namun hingga waktu yang ditentukan barang tersebut tidak sampai kepada konsumen atau barang yang diterima berbeda dengan barang yang dipesannya. Dalam hal ini konsumen harus terlebih dahulu menelusuri di manakah permasalahan tersebut terjadi apakah karena kesalahan penjual, penyedia sistem elektronik/market place, payment gateway, atau jasa pengiriman.

Dalam PMSE sebelum terjadinya hubungan hukum dalam transaksi jual beli antara konsumen dan pelaku usaha, konsumen terlebih dahulu akan mengikatkan dirinya dengan penyedia sistem elektronik/market place dengan cara menyetujui setiap syarat dan ketentuan (terms & condition) yang dibuat oleh penyedia sistem elektronik dalam bentuk kontrak elektronik dengan model perjanjian baku. Bilamana konsumen tidak menyetujui sebagian atau seluruh klausul dalam syarat dan ketentuan maka konsumen tidak dapat menggunakan aplikasi lebih lanjut.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait