BJR, Manipulasi Laporan hingga Sindiran ke Jaksa di Pledoi Para Terdakwa Jiwasraya
Berita

BJR, Manipulasi Laporan hingga Sindiran ke Jaksa di Pledoi Para Terdakwa Jiwasraya

Terdakwa juga mengungkap siapa saja pihak yang telah mengembalikan uang.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 7 Menit
Para terdakwa kasus korupsi Jiwasraya saat mengikuti sidang dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (3/6). Foto: RES
Para terdakwa kasus korupsi Jiwasraya saat mengikuti sidang dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (3/6). Foto: RES

Tuntutan maksimal para terdakwa kasus korupsi Jiwasraya seperti mantan direksi Hendrisman Rahim, Harry Prasetyo dan Syahmirwan hingga pihak swasta Joko Hartono Tirto oleh penuntut umum pada Kejaksaan Agung RI masih terus terngiang di telinga mereka. Tuntutan tersebut dianggap terlalu berlebihan apalagi jika melihat fakta dan bukti yang ada di persidangan.

Hampir seluruh terdakwa yang menjalani sidang (kecuali Benny Tjokro dan Heru Hidayat yang dibantarkan karena terpapar Covid-19) membantah surat tuntutan penuntut umum yang bersumber dari dakwaan dan pemeriksaan saksi. Mereka bahkan menganggap Jiwasraya telah mengalami kerugian jauh sebelum menduduki jabatan.

Hary Prasetyo misalnya, mengaku bingung mengapa dirinya disalahkan atas kerugian Jiwasraya sebesar Rp16,8 triliun. Padahal mantan Direktur Keuangan Jiwasraya ini menganggap justru telah menyelamatkan perusahaan asuransi jiwa plat merah itu dari kehancuran semenjak diminta bergabung pada 2008 lalu. Hary juga menyebut kebobrokan Jiwasraya juga sebenarnya diketahui para stakeholder sebelum perkara ini menguap ke permukaan.

Ia menceritakan, pada saat menjabat Direksi mengambil suatu diskresi untuk bertindak atas sebuah kondisi keuangan Jiwasraya yang abnormal di sisi investasi dengan pembentukan semi discretionary, Kontrak Pengelolaan Dana (KPD) maupun Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RRDPT) yang semata-mata untuk menjaga kelanjutan usaha Jiwasraya, sementara pihaknya menunggu suntikan modal Rp6,7 triliun turun dari Pemerintah.

Akan tetapi pada tahun 2009 diputuskan oleh Kementerian Keuangan sebagai ultimate shareholder proposal suntikan dana tersebut tidak dapat dipenuhi. Atas keputusan tersebut Kementerian BUMN memerintahkan melalui surat going concern letter, bahwa Jiwasraya harus tetap menjaga kelangsungan hidupnya, tanpa gaduh, self healing atau menyembuhkan diri sendiri.

“Tugas Kami melanjutkan kondisi tersebut dan tidak menyerah! Sekali lagi apabila Kami menyerah pada tahun 2009, maka bisa dibayangkan dampak sistemik di seluruh sektor keuangan jika Kami gagal bayar! Atau bahasa terangnya menyerah dengan keadaan, apalagi krisis global masih belum pulih dan bisa digambarkan seperti keadaan sekarang di Jiwasraya, gagal bayar sejak tahun 2018, pandemi Covid-19, Jiwasraya bangkrut… akan sangat berdampak terhadap keuangan negara,” ujar Harry.

Dampaknya dari Jiwasraya harus selalu tampil sehat, laporan laporan bulanan kepada Bapepam LK dan OJK harus selalu baik, dan kondisi Jiwasraya yang sebenarnya diketahui oleh regulator, bahkan oleh BPK. Menurutnya jika saja dalam kurun waktu 10 tahun pihaknya menjabat, melalui KBUMN dan/atau OJK mengumumkan ke publik melalui DPR seperti yang Direksi Jiwasraya sekarang lakukan, maka hancurlah kepercayaan publik. Karena satu satunya yang bisa menyembuhkan Jiwasraya adalah suntikan dana Rp6,7 triliun secara tunai.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait