Menaker Minta Serikat Buruh Pikirkan Ulang Aksi Mogok Nasional
Utama

Menaker Minta Serikat Buruh Pikirkan Ulang Aksi Mogok Nasional

Menaker mengklaim telah mengakomodir aspirasi buruh dalam RUU Cipta Kerja. Serikat buruh menyebut ini basa-basi.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Perwakilan pemerintah berfoto bersama pimpinan DPR usai pengesahan RUU Cipta menjadi UU dalam Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10). Foto: RES
Perwakilan pemerintah berfoto bersama pimpinan DPR usai pengesahan RUU Cipta menjadi UU dalam Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10). Foto: RES

Rapat paripurna DPR telah mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi UU. Sebanyak 7 fraksi menerima pengesahan RUU Cipta Kerja yaitu PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, PPP, NasDem, dan PAN. Dua fraksi lainnya menolak yakni partai Demokrat dan PKS. Setelah disahkan dalam sidang yang digelar Senin (5/10) itu banyak organisasi masyarakat sipil yang menolak, salah satunya dari kalangan serikat buruh. Bahkan serikat buruh di berbagai daerah berencana melakukan aksi nasional, sebagian menyebutnya dengan istilah mogok nasional pada 6-8 Oktober 2020.

Merespon rencana aksi tersebut, Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, menerbitkan surat terbuka kepada seluruh serikat buruh yang intinya meminta agar rencana mogok nasional dipikirkan ulang. Dalam surat itu Ida menyebut sejak awal 2020 telah berdialog dengan buruh tentang RUU Cipta Kerja baik formal melalui lembaga tripartit atau secara informal. Aspirasi yang disampaikan buruh sedapat mungkin dimasukan dalam RUU Cipta Kerja, tapi pada saat yang sama ada juga aspirasi dari berbagai kalangan.

Ida menyebut sudah berupaya mencari titik keseimbangan antara melindungi buruh yang bekerja dan memberi kesempatan kerja kepada jutaan orang yang masih menganggur. Meski demikian, Ida juga paham jika ada kalangan buruh yang kecewa dan belum puas. Karena itu terkait rencana mogok nasional, Ida meminta agar dipikirkan kembali karena pandemi Covid-19 tidak memungkinkan untuk turun ke jalan dan berkumpul.

Dia meminta RUU Cipta Kerja harus dibaca secara utuh karena banyak aspirasi buruh yang sudah diakomodir seperti PKWT, outsourcing, syarat PHK yang masih mempertahankan ketentuan sebagaimana diatur dalam UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Begitu pula soal upah, dimana upah minimum kabupaten/kota masih tetap ada.

“Jika teman-teman (buruh, red) ingin 100 persen diakomodir, itu tidak mungkin. Namun bacalah hasilnya. Akan terlihat bahwa keberpihakan kami terang benderang,” kata Ida Fauziah dalam surat terbuka, Senin (5/10/2020). (Baca Juga: Tolak RUU Cipta Kerja, Koalisi Serukan Aksi Nasional)

Mengingat aspirasi buruh sudah diakomodir, Ida merasa mogok menjadi tidak relevan. Dia mengajak serikat buruh untuk duduk bersama dengan semangat melindungi buruh yang bekerja dan memberi pekerjaan bagi yang menganggur. “Saya dengan antusias menunggu kehadiran teman-teman di meja dialog, bukan di jalanan,” ajaknya.

Ketua Umum DPP ILLCA/HKHKI, Ike Farida, berharap buruh membatalkan aksi mogok dan unjuk rasa nasional karena membahayakan keselamatan diri dan keluarganya karena pandemi Covid-19 belum berakhir serta berdampak finansial terhadap perusahaan. Tapi, Ike memahami keinginan dan rasa frustasi kalangan buruh karena tidak puas dengan isi RUU Cipta Kerja.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait