Sejak kekuasaan kehakiman dibahas oleh para founding fathers dalam pembahasan amandemen konstitusi (UUD 1945), salah satu pembahasan yang cukup menarik dan menjadi perdebatan hingga saat ini adalah terkait dengan penerapan sistem kekuasaan kehakiman terpadu (one roof system) dalam kekuasaan kehakiman.
Sistem kekuasaan kehakiman terpadu menjadi kunci utama dalam upaya menjaga kepastian hukum dan keadilan dalam setiap putusan yang akan dikeluarkan oleh badan peradilan. Selain itu, tentunya kekuasaan yang merdeka yakni independen dan imparsial juga menjadi bagian yang akan selalu menjadi penopang kepastian hukum dan keadilan.
Apabila kita melihat secara seksama original intens amandemen Konstitiusi Indonesia, perdebatan tentang one roof system akhirnya mengerucut menjadi Pasal 24 UUD 1945 sebagai berikut:
- Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
- Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
- Badanbadan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undangundang.
Dalam Pasal 24 tersebut setidaknya ada empat hal penting yang merupakan ide besar dan menjadi bagian kunci dalam pembahasan amandemen UUD 1945 yakni kemerdekaan kekuasaan kehakiman, penegakan hukum dan keadilan, dan sistem peradilan terpadu. Ide tersebut setidaknya pernah terungkap dalam pembahasan amandemen konstitusi oleh para tokoh bangsa saat itu.
Judicial Review UU Pengadilan Pajak
Terkait dengan isu “one roof system”, beberapa waktu lalu tepatnya pada tanggal 28 September 2020, MK kembali memutus perkara judicial review UU Pengadilan Pajak yang dalam pertimbangan hukumnya membahas secara detail tentang bagaimana pengaturan sistem peradilan terpadu dalam dataran yang lebih praktis.
Dikutip dari laman MK, perkara dengan nomor registrasi 10/PUU-XVIII/2020 diajukan oleh tiga orang hakim Pengadilan Pajak yakni Haposan Lumban Gaol, Triyono Martanto dan Redno Sri Rezeki. Ketiga hakim tersebut mengajukan permohonan pengujian UU Pengadilan Pajak terhadap UUD 1945. Dalam uraian permohonannya, ketiga hakim tersebut menyatakan telah mengalami kerugian konstitusional dengan berlaku Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 8 ayat (2) UU Pengadilan Pajak, sebagai berikut: