Pelibatan TNI Tangkal Aksi Terorisme Harus Terbatas dan Spesifik
Berita

Pelibatan TNI Tangkal Aksi Terorisme Harus Terbatas dan Spesifik

Karena TNI bukan penegak hukum. Ada 8 hal yang diusulkan Koalisi terkait rancangan Perpres ini.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi TNI: HGW
Ilustrasi TNI: HGW

Pembahasan Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pelibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam Penanganan Aksi Terorisme dalam forum konsultasi DPR dan pemerintah belum menunjukan kemajuan signifikan. Sebab, pengaturan keterlibatan TNI dalam penanganan teroris masih kental nuansa integrated criminal justice system yang seharusnya dihindari institusi TNI.

Ketua Badan Pengurus Harian Setara Institute, Hendardi mengingatkan agar DPR tidak memberi ruang atau kewenangan terlampau berlebihan terhadap TNI dalam penanganan terorisme. Dalam rapat konsultasi, DPR dan pemerintah selain belum mampu membuat batasan jelas tentang definisi terorisme, batas-batas pelibatan TNI dalam penanganan terorismen juga belum dirumuskan secara jelas.

“Ini berpotensi menjadikan TNI juga sebagai penegak hukum, yang justru bertentangan dengan sistem hukum pidana Indonesia,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Rabu (7/10/2020). (Baca Juga: Penghormatan Terhadap Supremasi Sipil Jadi Catatan di Usia TNI ke-75)

Hendardi juga mengingatkan kewenangan penegakan hukum dan keamanan dalam negeri terkait penanganan terorisme sepenuhnya di tangan kepolisian melalui detasemen khusus (Densus) 88. Meski demikian, memang keterlibatan TNI dalam penanganan terorisme melalui operasi militer selain perang (OMSP) amanat Pasal 43 I (1-3) UU No.5 Tahun 2018 tentang Perubahan UU No.15 Tahun 2003 tentang Penetapan Perppu No.1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU yang diatur lebih lanjut dalam Perpres.

“Isu lemahnya mekanisme pengawasan dan akuntabilitas TNI, adanya sumber anggaran daerah, potensi benturan dengan aparat penegak hukum akibat kerancuan substansi, belum mendapat perhatian serius Komisi I DPR,” kata Hendardi.

Ditegaskan Hendardi, TNI bukanlah penegak hukum. Karena itu pelibatan TNI dalam penanganan terorisme hanya terbatas pada jenis dan level terorisme yang spesifik. “Komisi I DPR harus berhati-hati membahas rancangan Perpres ini, karena berpotensi merusak sistem hukum Indonesia. Jika diperlukan DPR dapat mengembalikan rancangan Perpres tersebut kepada pemerintah untuk diperbaiki kembali sebelum dibahas lebih lanjut,” sarannya.

Dibahas terbuka

Sekretaris Jenderal Pusat Bantuan Hukum Indonesia (Sekjen PBHI), Julius Ibrani, menyebut koalisi masyarakat sipil mendesak pemerintah dan DPR untuk membahas rancangan Perpres itu secara terbuka dan partisipatif. Keterlibatan masyarakat penting untuk menentukan arah dan substansi politik hukum pengaturan pelibatan militer mengatasi terorisme di negara demokrasi.

Tags:

Berita Terkait