Solusi Penataan Regulasi yang Berkualitas Lewat Sebuah Buku
Utama

Solusi Penataan Regulasi yang Berkualitas Lewat Sebuah Buku

Saldi menyarankan judul buku diubah menjadi “Penataan Regulasi di Indonesia atau Gagasan Penataan Regulasi di Indonesia”.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 5 Menit
Bayu Dwi Anggono saat peluncuran bukunya secara daring, Rabu (7/10). Foto: AID
Bayu Dwi Anggono saat peluncuran bukunya secara daring, Rabu (7/10). Foto: AID

Berangkat dari pemikiran bahwa peraturan perundang-undangan (regulasi) punya peranan penting dalam negara hukum yang bisa dipaksakan keberlakuannya. Bahkan, satu sisi ia bisa menjadi alat bagi pemerintahan otoriter untuk melegitimasi perbuatan sewenang-wenang. Sisi lain, bisa mewujudkan tertib hukum demi mewujudkan kesejahteraan dan keadilan. Untuk itu, penting bagi kita mengarahkan peraturan perundang-undangan untuk tujuan yang baik.

Demikian salah satu buah pemikiran Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono melalui bukunya berjudul Pokok-Pokok Pemikiran Penataan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia. Buku ini resmi diluncurkan oleh Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Jember, Rabu (7/10/2020) secara virtual. Ada tiga bagian yang dibahas mengenai jenis, hierarki materi muatan perundang-undangan; kelembagaan; dan prosedurnya.

Bayu mengatakan pemikiran bahwa hukum yang di dalamnya terdapat peraturan perundang-undangan sebagai instrumen pengatur yang sah dalam negara dan mempunyai kekuatan memaksa, hukum bisa muncul dalam dua wajah yang saling bertentangan. Pertama, hukum bisa menjadi alat sah bagi rezim otoriter untuk mengatur masyarakat secara semena-mena dan tidak adil. Kedua, sebaliknya hukum juga bisa menjelma dalam menciptakan keadilan masyarakat ataupun membatasi penguasa agar tidak semena-mena.

Karena itu, untuk mewujudkan pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik perlu memastikan lima syarat. Pertama, dasar-dasar perundang-undangan yang baik (jenis, hierarki, dan materi muatan). Kedua, tertib pembentukan peraturan perundang-undangan (tertib prosedur dan tertib substansi). Ketiga, partisipasi publik. Keempat, adopsi evaluasi peraturan perundang-undangan. Kelima, berjalannya sistem pengujian peraturan perundang-undangan yang baik.

Tapi, kelima syarat itu saat ini masih mengandung masalah yang menghambat upaya mewujudkan peraturan yang baik. Pertama, kurang terkontrolnya peraturan. Kedua, materi muatan peraturan yang tidak dapat ditetapkan secara pasti terutama dalam konteks pembentukan UU. Ketiga, ketidakjelasan hierarki peraturan, sehingga menyulitkan dalam pengujiannya. Keempat, perencanaan dan realisasi program perencanaan pembentukan peraturan perundang-undangan yang kurang rasional.  

Kelima, UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tidak ada amanat harmonisasi semua jenis peraturan, hanya mengamanatkan kewajiban harmonisasi bagi RUU, RPP, RaPerpres, Raperda Provinsi/Kabupaten/Kota. Keenam, belum ada pedoman formal konsultasi publik, sehingga muncul heteroginitas bentuk konsultasi. Ketujuh, berkas peraturan perundang-undangan (rancangan, naskah akademik/analisis pendukung, risalah pembahasan) belum tersedia secara baik.

Kedelapan, partisipasi sifatnya masih formal, belum signifikan mempengaruhi pengambilan kebijakan. Kesembilan, belum terlembagakannya evaluasi secara rutin peraturan perundang-undangan oleh lembaga pembentuk. Kesepuluh, proses pengujian MA yang tertutup berbeda dengan praktik pengujian di MK (yang terbuka).

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait