Equity Crowdfunding, Alternatif Pendanaan UMKM yang Layak Diperhitungkan
Kolom

Equity Crowdfunding, Alternatif Pendanaan UMKM yang Layak Diperhitungkan

Risiko terbesar bagi Pemodal Equity Crowdfunding dengan statusnya sebagai pemegang saham adalah kegagalan usaha Penerbit

Bacaan 7 Menit
Yosea Iskandar. Foto: Istimewa
Yosea Iskandar. Foto: Istimewa

Omnibus Law Cipta Kerja yang baru saja disetujui DPR memberikan perhatian khusus pada usaha mikro dan kecil, antara lain dengan mempermudah pendirian perseroan terbatas. Kini perseroan yang memenuhi kriteria usaha mikro dan kecil dapat didirikan oleh satu orang (Pasal 153A ayat (1) UU PT jo. Omnibus Law Cipta Kerja). Selain proses pendirian, permodalan UMKM telah terlebih dahulu mendapat perhatian Pemerintah. Bantuan langsung tunai untuk modal usaha bagi pelaku UMKM, misalnya, diberikan oleh Pemerintah sebagai bagian dari upaya Pemulihan Ekonomi Nasional.

Di tengah krisis seperti sekarang tergerusnya modal memang menjadi kendala utama bagi UMKM untuk melanjutkan usahanya. Pinjaman bank umumnya mensyaratkan dokumentasi lengkap, catatan keuangan yang baik serta aset sebagai jaminan. Tidak semua pelaku usaha mampu menyediakannya. Sementara pinjaman ke loan shark atau rentenir mudah didapat namun bunganya amat tinggi.

Pilihan lain adalah pinjaman online melalui fintech peer-to-peer lending, penyedia jasa keuangan berbasis teknologi informasi yang mempertemukan peminjam dengan pemberi pinjaman. Sekalipun sempat marak keluhan masyarakat tentang bunga dan cara penagihan, fintech peer-to-peer lending berkembang dengan pesat. Hal ini menunjukkan besarnya kebutuhan masyarakat akan akses permodalan.

Dalam Digital Finance INnovation: Roadmap and Action Plan 2020-2024 yang diterbitkan OJK bulan Agustus 2020 lalu dinyatakan bahwa ada dua tantangan utama dalam ekonomi berkembang. Pertama, dari sisi pendanaan; kemampuan untuk melakukan investasi terbatas dan investor hanya bisa berinvestasi secara retail atau eceran, atau investasi dalam skala kecil. Kedua, dari sisi peminjam atau debitur; sebagian besar UMKM tidak dapat memperoleh pinjaman dari investor komersial karena keterbatasan dalam memenuhi syarat-syarat formal untuk memperoleh dana dari pasar modal. Untuk mengatasi hal ini, selanjutnya dikemukakan bahwa Equity Crowfunding atau ECF dapat menjadi alternatif pendanaan bagi UMKM.

Peraturan OJK No.37 Tahun 2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi (Equity Crowdfunding) (“POJK ECF”) menyatakan bahwa Equity Crowdfunding adalah penyelenggaraan layanan penawaran saham yang dilakukan oleh Penerbit untuk menjual saham secara langsung kepada Pemodal melalui jaringan sistem elektronik yang bersifat terbuka. Berdasarkan ketentuan ini maka seperti halnya fintech peer-to-peer lending, penyelenggara fintech ECF menyediakan platform, atau sarana untuk mempertemukan orang yang membutuhkan dana (Penerbit) dengan pemilik dana (Pemodal).

Namun berbeda dengan skema peer-to-peer lending di mana dana diberikan dalam bentuk pinjaman, pada skema ECF dana diberikan dalam bentuk penyertaan saham. Sehingga apabila pemodal peer-to-peer lending menerima imbal hasil dalam bentuk bunga dan memperoleh pengembalian pokok pinjaman pada saat jatuh tempo, Pemodal ECF akan memperoleh imbal hasil dalam bentuk dividen dan menjadi pemegang saham Penerbit tanpa batas waktu tertentu.

Hingga saat ini, hampir dua tahun setelah dikeluarkannya peraturan OJK tersebut, baru ada 3 fintech Penyelenggara ECF yang memperoleh izin, yaitu Bizshare, CrowDana dan Santara (Digital Finance Innovation: Roadmap and Action Plan 2020-2024, OJK). Jauh tertinggal dari fintech peer-to-peer lending yang saat ini sudah mencapai lebih dari 150 penyelenggara (terdaftar dan berijin) dengan lebih dari 600.000 pemodal.

Tags:

Berita Terkait