Ada Peran Firli Bahuri di “OTT Zonk” UNJ
Utama

Ada Peran Firli Bahuri di “OTT Zonk” UNJ

​​​​​​​Istilah kata OTT di pesan WhatsApp jadi alasan Aprizal dihukum ringan.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 4 Menit
Ketua KPK Firli Bahuri usai jalani sidang etik. Foto: RES
Ketua KPK Firli Bahuri usai jalani sidang etik. Foto: RES

Dewan Pengawas (Dewas) KPK menyatakan Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Pengaduan Masyarakat KPK Aprizal bersalah melanggar kode etik dan pedoman perilaku yaitu menimbulkan suasana kerja yang tidak kondusif dan harmonis yang diatur dalam pasal 5 ayat 1 huruf a peraturan Dewan Pengawas No 02/2020 tentang penegakan kode etik dan pedoman perilaku KPK.

Pasal 5 ayat 1 huruf a peraturan Dewan Pengawas No 02/2020 adalah bab yang mengatur "Sinergi" yang berbunyi: Dalam mengimplementasikan Nilai Dasar Sinergi, setiap Insan Komisi wajib: (a) bersedia berkerja sama dan membangun kemitraan yang harmonis dengan seluruh pemangku kepentingan untuk menemukan dan melaksanakan solusi terbaik, bermanfaat, dan ekualitas.

Majelis etik yang terdiri dari Tumpak Hatorangan Panggabean, Albertina Ho dan Syamsuddin Haris menjatuhkan hukuman teguran lisan kepada Aprizal. Hal ini berarti dengan masa berlaku hukuman selama 1 bulan Aprizal tidak dapat mengikuti program promosi, mutasi, rotasi, dan/atau tugas belajar/pelatihan baik yang diselenggarakan di dalam, maupun di luar negeri.

Yang cukup menarik di sini, majelis etik juga menyebut adanya perintah dari Ketua KPK Firli Bahuri untuk menangani perkara gratifikasi di UNJ meskipun tidak ditemukan adanya keterlibatan penyelenggara negara. Firlli bahkan bersikeras jika pemberian gratifikasi tersebut sudah ditemukan adanya indikasi tindak pidana sehingga harus ditangani KPK.

"Ini ada OTT kenapa tidak diambil alih? Saudara pernah jadi direktur penyelidikan, harusnya kan ini ditangani KPK! Terperiksa lalu menjawab 'Pak itu tidak ada penyelenggara negaranya' lalu direspon ketua 'Enggak itu sudah ada pidananya harus KPK yang menangani, saudara silakan hubungi deputi penindakan," kata anggota majelis etik Syamsuddin Haris.

Syamsudin menceritakan awalnya Irjen Kemendibud Mukhlis pada 15 Mei 2020 meminta tim Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK untuk membantu tim Itjen Kemendibud terkait pemberian suap ke pejabat Kemendikbud untuk mempercepat gelar profesor rektor UNJ dengan pemberi suap adalah Kepala Biro UNJ dan penerima adalah Kepala Biro SDM Kemendibud dan pejabat terkait lainnya.

Dari situ sudah disita uang sebanyak AS$1.200, Rp8 juta, CCTV serta "chat whatsapp" berisi perintah rektor UNJ kepada Kepala Bagian SDM UNJ. Selanjutnya Aprizal menurunkan tim untuk mendampingi kegiatan tersebut pada 20 Mei 2020 namun laporan yang diberikan kepada Deputi PIPM KPK Herry Muryanto dan Deputi Penindakan KPK Karyoto serta ke lima pimpinan dengan tetap menggunakan istilah Operasi Tangkap Tangan (OTT).

Tags:

Berita Terkait