Pokok-pokok Perubahan Perpajakan di UU Cipta Kerja, Simak Penjelasannya!
Utama

Pokok-pokok Perubahan Perpajakan di UU Cipta Kerja, Simak Penjelasannya!

Setidaknya terdapat 18 perubahan yang dilakukan oleh pemerintah di sektor perpajakan dalam UU Ciptaker.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit
Sidang paripurna DPR yang menyetujui RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang, Senin (5/10). Foto: RES
Sidang paripurna DPR yang menyetujui RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang, Senin (5/10). Foto: RES

Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Suryo Utomo menyebut bahwa setidaknya ada empat peran dari sektor pajak untuk memperbaiki kemudahan berusaha di Indonesia. Empat peran dimaksud yakni meningkatkan pendanaan investasi, mendorong kepatuhan wajib pajak dan wajib bayar secara sukarela, meningkatkan kepastian hukum, dan menciptakan iklim berusaha di dalam negeri.

Suryo menyebutkan untuk merealiasikan empat tujuan tersebut, setidaknya terdapat 18 perubahan yang dilakukan oleh pemerintah di sektor perpajakan dalam UU Ciptaker. Apa saja?Simak penjelasannya.

Pertama, pengaturan sektor perpajakan untuk meningkatkan pendanaan investasi. Terdapat lima perubahan yakni penghapusan PPh atas Dividen dari dalam negeri, penghasilan tertentu (termasuk Dividen) dari Luar Negeri tidak dikenakan PPh sepanjang diinvestasikan di Indonesia, non-objek PPh atas bagian laba/SHU koperasi dan dana haji yang dikelola BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji), ruang untuk Penyesuaian Tarif PPh Pasal 26 atas Bunga, dan penyertaan modal dalam bentuk aset (imbreng) tidak terutang PPN.

“Dividen yang diterima oleh WP Orang Pribadi Dalam Negeri, sepanjang diinvestasikan di wilayah NKRI, atau WP Badan Dalam Negeri, tidak dikenai PPh,” kata Suryo dalam Konferensi Pers secara daring, Senin (12/10). (Baca: Ramai-ramai Menuntut Transparansi Naskah UU Cipta Kerja)

Hukumonline.com

Kedua, mendorong kepatuhan wajib pajak dan wajib bayar secara sukarela. Dalam bagian ini, terdapat dua hal yang diatur yakni relaksasi Hak Pengkreditan Pajak Masukan (PM) bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP), dan pengaturan ulang terkait sanksi administratif pajak, serta imbalan bunga.

Hukumonline.com

Ketiga, kebijakan sektor perpajakan terkait kepastian hukum. Pada bagian ini, pemerintah melakukan beberapa perubahan yakni penentuan Subjek Pajak Orang Pribadi: a. WNI maupun WNA tinggal > 183 hari di Indonesia menjadi Subjek Pajak DN, b. Pengenaan PPh bagi WNA yang merupakan Subjek Pajak DN dengan keahlian tertentu hanya atas penghasilan dari Indonesia, c. WNI berada di Indonesia < 183 hari dapat menjadi Subjek Pajak LN dengan syarat tertentu, penyerahan batu bara termasuk penyerahan BKP, konsinyasi bukan termasuk penyerahan BKP, non-objek PPh atas sisa lebih dana Badan Sosial & Badan Keagamaan (sebagaimana Lembaga Pendidikan), pidana Pajak yang telah diputus tidak lagi diterbitkan ketetapan pajak, penerbitan STP daluwarsa 5 tahun, dan STP dapat diterbitkan untuk menagih imbalan bunga yang seharusnya tidak diberikan.

Hukumonline.com

Keempat, perubahan aturan perpajakan untuk menciptakan keadilan iklim berusaha di dalam negeri yakni dengan pencantuman NIK pembeli yang tidak memiliki NPWP dalam Faktur Pajak.

Tags:

Berita Terkait