Hak Mendahulu dalam Pelunasan Utang Pajak untuk Wajib Pajak Dinyatakan Pailit
Berita

Hak Mendahulu dalam Pelunasan Utang Pajak untuk Wajib Pajak Dinyatakan Pailit

Siapa yang memiliki hak mendahulu di antara kreditur, khususnya dalam hal ini wajib pajak yang dinyatakan pailit?

Oleh:
CT-CAT
Bacaan 3 Menit
Hak Mendahulu dalam Pelunasan Utang Pajak untuk Wajib Pajak Dinyatakan Pailit
Hukumonline

Hak mendahulu dalam pelunasan utang pajak untuk wajib pajak dinyatakan pailit akan timbul, jika pada saat yang sama penanggung pajak memiliki utang pribadi (perdata) dan utang kepada negara, sementara hartanya tidak cukup untuk melunasi utang-utang tersebut. Namun, muncul pertanyaan: siapa yang memiliki hak mendahulu di antara kreditur, khususnya dalam hal ini Wajib Pajak yang dinyatakan pailit?

 

Menurut ketentuan perpajakan Indonesia, utang pajak adalah pajak—termasuk sanksi administrasi—baik yang berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan; sebagaimana bunyi Pasal 1 ayat (8) UU tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP) yang harus dibayar oleh wajib pajak. Dalam Pasal 21 ayat (1) UU KUP, disebutkan bahwa negara mempunyai hak mendahulu utang pajak atas barang-barang milik penanggung pajak. Hanya saja, tidak seperti UU KUP dan UU PPSP, regulasi perpajakan tidak menjelaskan secara rinci mengenai hak mendahulu utang pajak terhadap wajib pajak yang dinyatakan pailit.

 

Adapun yang dimaksud dengan ‘negara mempunyai hak mendahulu utang pajak’, yakni penetapan negara sebagai kreditur preferen yang dinyatakan berhak mendahulu atas barang-barang milik penanggung pajak yang akan dilelang di muka umum. Pembayaran kepada kreditur lain akan diselesaikan setelah utang pajak tersebut lunas.

 

Selanjutnya dalam Pasal 21 ayat (3a) UU KUP, pada wajib pajak dinyatakan pailit, bubar, atau dilikuidasi—kurator, likuidator, orang atau badan yang bertugas untuk melakukan pemberesan, dilarang membagikan harta wajib pajak dalam pailit, pembubaran atau likuidasi kepada pemegang saham atau kreditur lainnya, sebelum menggunakan harta tersebut untuk membayar utang pajak wajib pajak tersebut. Ini berarti, jika wajib pajak yang sedang mengalami pailit bubar atau dilikuidasi, orang atau badan yang mengurus harta kekayaan wajib pajak tersebut harus melakukan pemberesan terlebih dahulu terhadap utang pajak; sebelum menggunakannya untuk kepentingan kreditor lainnya.

 

Tata cara penagihan utang pajak atas wajib pajak yang dinyatakan pailit dimulai dari penerbitan Surat Teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak tanggal jatuh tempo pembayaran. Apabila belum dibayar setelah 21 hari sejak terbit Surat Teguran, fiskus akan menerbitkan Surat Paksa dan menyampaikannya kepada kurator. Setelahnya, jika utang pajak tidak dilunasi setelah lewat waktu 2 x 24 jam sejak Surat Paksa diberitahukan, diterbitkan Surat Perintah Melakukan Penyitaan.  Bila dalam 14 hari sejak tanggal penyitaan, utang pajak belum dilunasi, akan dilaksanakan pengumuman lelang. Pelelangan melalui Pejabat Lelang akan dilakukan, ketika utang pajak masih belum dilunasi setelah lewat 14 hari terhitung sejak tanggal pengumuman lelang.

 

Harta kekayaan perusahaan atau wajib pajak pailit yang tersimpan di bank akan mempersulit fiskus dalam mendahulukan pelunasan pajak, sebab prosedur pemindahbukuan ke rekening fiskus memerlukan waktu yang lama. Hal tersebut berbeda dengan kreditur lain, di mana pemindahbukuan harta kekayaan perusahaan atau wajib pajak pailit yang tersimpan di bank akan lebih mudah diproses.

 

Berdasarkan Pasal 21 (1) UU KUP, kedudukan utang pajak merupakan suatu hak yang istimewa. Negara mempunyai kreditur preferen yang mempunyai hak mendahulu atas barang-barang milik Penanggung Pajak yang akan dilelang di muka umum. Demikian pula kaitannya dengan Pasal 1134 ayat (2) KUH Perdata yang menekankan adanya hak istimewa dengan tingkatan lebih tinggi dari orang yang berpiutang lainnya, karena adanya peraturan perundang-undangan. Kreditur preferen yang dinyatakan mempunyai hak mendahulu sebagaimana diatur secara khusus oleh UU KUP menyebabkan negara memiliki hak mendahulu atas barang-barang milik penanggung pajak dan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari kreditur separatis maupun kreditur konkuren dalam UU kepailitan.

 

Artikel ini merupakan kerja sama antara Hukumonline dengan Ikatan Kuasa Hukum & Advokat Pajak Indonesia (IKHAPI).  

Tags:

Berita Terkait