UU Cipta Kerja Dinilai Jauhkan dari Kedaulatan Pangan
Utama

UU Cipta Kerja Dinilai Jauhkan dari Kedaulatan Pangan

UU Cipta Kerja dinilai akan semakin membuka lebar kran impor pangan untuk sistem ketahanan pangan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Perwakilan pemerintah berfoto bersama pimpinan DPR usai pengesahan RUU Cipta menjadi UU dalam Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10). Foto: RES
Perwakilan pemerintah berfoto bersama pimpinan DPR usai pengesahan RUU Cipta menjadi UU dalam Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10). Foto: RES

Kritik terhadap Substansi UU Cipta Kerja tak hanya disampaikan kalangan serikat buruh dan organisasi masyarakat sipil, tapi juga kalangan petani. Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Henri Saragih menilai UU Cipta Kerja tidak lagi mengutamakan kedaulatan pangan. Hal ini bisa dilihat dalam sejumlah ketentuan dalam UU Cipta Kerja, misalnya UU Cipta Kerja mengubah Pasal 36 UU No.18 Tahun 2012 tentang Pangan.

Sebelumnya, Pasal 36 UU Pangan ini mengatur impor pangan hanya dapat dilakukan apabila produksi pangan dalam negeri tidak mencukupi dan/atau tidak dapat diproduksi di dalam negeri; impor pangan pokok hanya dapat dilakukan apabila produksi pangan dalam negeri dan cadangan pangan nasional tidak mencukupi. Lalu, beleid itu berubah dengan menghapus sejumlah frasa dalam Pasal 36 UU Pangan itu.   

Mengacu draft Pasal 36 RUU Cipta Kerja memuat 812 halaman ini mengatur impor pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri; Impor pangan pokok dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan cadangan pangan nasional; Impor pangan dan impor pangan pokok ditetapkan oleh pemerintah pusat dengan memperhatikan kepentingan petani, nelayan, pembudi daya ikan, serta pelaku usaha pangan mikro dan kecil.

Henri menilai Pasal 36 UU Cipta Kerja itu tidak mengutamakan kedaulatan pangan karena ketentuan ini terkesan pemerintah tak lagi membatasi impor pangan. Dengan kata lain, UU Cipta Kerja semakin memudahkan masuknya impor pangan dan seolah mengabaikan produksi pangan dalam negeri.

“Walaupun UU Cipta Kerja ada klausul impor pangan dan impor pangan pokok memperhatikan kepentingan petani, nelayan, pembudi daya ikan, serta pelaku usaha pangan mikro dan kecil, tapi sudah tidak ada lagi keharusan untuk mengutamakan produksi dalam negeri,” kata Henri dalam diskusi secara daring bertema “UU Cipta Kerja dan Dampaknya Bagi Situasi Pangan dan Petani di Indonesia”, Rabu (21/10/2020). (Baca Juga: UU Cipta Kerja Dinilai Bisa Perkuat Produksi Pangan Domestik)

Guru Besar IPB sekaligus Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia, Dwi Andreas Santosa, menilai secara umum bidang pangan dalam UU Cipta Kerja mengintegrasikan sistem pangan Indonesia dengan dunia. Hal ini terjadi karena banyak ketentuan UU Cipta Kerja yang membuka ruang impor, seperti di sektor peternakan dan produk hewan.  

Misalnya, UU Cipta mengubah Pasal 36B ayat (1) UU No.41 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No.18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang intinya mengatur pemasukan ternak dan produk hewan dari luar negeri dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dengan memperhatikan kepentingan peternak.

Tags:

Berita Terkait