Tolak Uji Pasal 1365 KUH Perdata, MK Mengulas ‘Kerugian’ Honorarium Jasa Advokat
Berita

Tolak Uji Pasal 1365 KUH Perdata, MK Mengulas ‘Kerugian’ Honorarium Jasa Advokat

Pengujian Pasal 1365 KUH Perdata, khususnya kata “kerugian” dianggap bukan persoalan konstitusionalitas norma. Menurut Mahkamah, penilaian ganti kerugian yang dapat dituntut dan dikabulkan dalam perkara perdata adalah kewenangan hakim yang memeriksa perkara.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 4 Menit
Gedung MK. Foto: SGP/Hol
Gedung MK. Foto: SGP/Hol

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi kata “kerugian” dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang diajukan Zico Leonard Djagardo Simanjuntak. Mahkamah beralasan pengujian pasal itu dianggap bukan persoalan konstitusionalitas norma, tetapi penerapan norma dalam ranah hukum perdata yang menjadi kewenangan hakim.    

“Menyatakan menolak permohonan Pemohon,” kata Ketua Majelis MK Anwar Usman saat membacakan putusan bernomor 77/PUU-XVIII/2020, Senin (26/10/2020).

Pasal 1365 KUH Perdata menyebutkan, “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut.” (Baca Juga: Gugatan Grab Indonesia Berujung Uji Pasal 1365 KUH Perdata)

Bermula pada 1 Agustus 2019 saat Grab Indonesia mengadakan tantangan jugglenaut yakni menggunakan fasilitas Grab Bike sebanyak 74 kali untuk mendapat reward sebesar Rp1 juta. Pemohon pergi kemanapun menggunakan Grab Bike, sehingga berhasil menyelesaikan tantangan pada 8 Agustus 2019. Tapi, reward sebesar Rp1 juta tidak didapatkan Pemohon. Menunggu hingga 2 September 2019, tetap tidak ada reward, bahkan tidak ada keterangan atau penjelasan apapun.

Pada 3 September 2019 melalui kuasanya, Pemohon memasukkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Keesokan harinya (4/9/2019), Grab tiba-tiba memberi reward Rp1 juta ke akun Grab Pemohon. Tapi, Grab justru menggugat balik Pemohon di PN Jakarta Barat dengan alasan reward sudah diberikan dan mendalilkan kerugian karena harus keluar biaya untuk honorarium jasa advokat yakni Lawfirm Rajamada & Partners. Perkara ini diputus tidak dapat diterima karena ada ketentuan dalam penggunaan aplikasi Grab, sengketa antara Grab dan konsumen harus diselesaikan di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), bukan Pengadilan Negeri.

Atas putusan itu, Pemohon tidak mengajukan upaya hukum. Namun tiba-tiba pada 5 Februari 2020, Pemohon mendapat somasi dari Grab Indonesia melalui kuasanya Rajamada & Partners. Isi dari somasi tersebut sama persis seperti gugatan rekonvensi baik alasan maupun hal yang dimintakan. Pemohon tidak mengindahkan somasi tersebut, dan kemudian tiba-tiba Pemohon digugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada 10 Maret 2020. Gugatan di PN Jakarta Barat ini, besaran kerugian Rp 500 juta yaitu biaya yang keluar untuk honorarium jasa advokat bagi kuasa hukum Grab yakni Lawfirm Rajamada & Partners. 

Kejadian ini menyebabkan Pemohon merasa dirugikan secara langsung kata “kerugian” yang dimaksud Pasal 1365 KUH Perdata yang dimaknai termasuk honorarium jasa hukum dari penggugat (Grab Indonesia) kepada Pemohondalam kasus gugatan perdata selaku tergugat. Pemohon meminta permohonan provisi agar Majelis MK menyatakan menunda pelaksanaan berlakunya Pasal 1365 KUH Perdata hingga memutus permohonan uji materi ini. Sedangkan dalam pokok perkara, Pemohon meminta agar Majelis MK menyatakan kata “kerugian” dalam Pasal 1365 KUH Perdata bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai termasuk juga “honorarium jasa advokat”.

Tags:

Berita Terkait