Begini Pandangan Pakar Terkait Perluasan ‘Menghadap' dalam UU Jabatan Notaris
Utama

Begini Pandangan Pakar Terkait Perluasan ‘Menghadap' dalam UU Jabatan Notaris

PP INI selaku organisasi tunggal yang mewadahi notaris menyiapkan tiga altenatif penandatanganan akta otentik di masa pandemi Covid-19.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 7 Menit
Forum Group Discussion (FGD) 'Perluasan
Forum Group Discussion (FGD) 'Perluasan

Pasal 16 ayat (1) huruf m Undang-undang No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) mengatur kewajiban ‘menghadap’ antara pihak yang membuat akta dan notaris. ‘Menghadap’ dimaksud dilakukan dalam rangka membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan akta wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan notaris.

Namun pelaksanaan Pasal 16 ayat (1) huruf m tersebut terkendala sejak Covid-19 terdeteksi di Indonesia. Pemerintah mengeluarkan kebijakan terkait PSBB, di mana mobilitas masyarakat dibatasi, diberlakukan physical distancing, sosial distancing, disertai dengan protokol kesehatan yang harus dipatuhi oleh semua pihak.

Pertanyaan yang muncul kemudian, apakah pelaksanaan Pasal 16 ayat (1) huruf m tersebut dimungkinkan untuk dilakukan secara daring atau menggunakan audio visual, dengan melakukan perluasan makna terhadap kata ‘menghadap’? Bagaimana status dari akta otentik yang ditandangani? Simak pendapat dari berbagai pakar hukum berikut.

Ketua Ikatan Kekeluargaan Notariat Fakultas Hukum Universitas Indonesia (IKA Notariat UI), Agung Iriantoro, menegaskan bahwa Pasal 16 ayat (1) UUJN menyatakan bahwa notaris harus hadir secara fisik dan menandatangani akta di hadapan penghadap. Teks pasal tersebut telah memenuhi kepastian hukum, jelas, tegas dan tidak multi tafsir. (Baca Juga: Berharap Terwujudnya Harmonisasi Pusat dan Daerah Melalui UU Cipta Kerja)

Di sisi lain, lanjut Agung, pemerintah hanya memberlakukan pembatasan kegiatan, bukan melarang masyarakat untuk melakukan kegiatan. Maka Pasal 16 ayat (1) huruf m masih mungkin untuk dilaksanakan dengan mematuhi protokol kesehatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

“Dengan kondisi ini (audio visual) akta ini akan menjadi akta yang tidak sesuai dengan akta otentik. Apakah mau kita langgar atau minta toleransi? Kegiatan hanya dibatasi, sehingga bisa melakukan penandatanganan akta notaris dengan menjalankan protokol yang sudah diatur. Tetap dapat bertemu klien dengan protokol, sehingga dapat dipenuhi Pasal 16 ayat 1 huruf m UUJN,” kata Agung dalam Forum Group Discussion (FGD) “Perluasan Tafsir ‘Menghadap’ Dengan Menggunakan Audio Visual, Sebagai Mitigasi Pembuatan Akta Otentik Oleh Notaris Di Masa Pandemi COvid-19” yang diadakan oleh ILUNI FHUI secara daring, pada Senin (26/10).

Anggota Kehormatan Notaris, Pieter Latumenten menjelaskan bahwa UUJN tidak mengenal audio visual. Namun dia menegaskan bahwa UU bisa diperlunak demi kepentingan umum terutama pada kondisi abnormal yang membuat hukum normal tak bisa diberlakukan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait