Tafsir Iktikad Baik dalam Sengketa Pertanahan dengan Perjanjian Nominee

Tafsir Iktikad Baik dalam Sengketa Pertanahan dengan Perjanjian Nominee

Pembeli yang bertransaksi dengan pihak pemilik sesuai sertifikat hak atas tanah di hadapan PPAT memenuhi iktikad baik. Pengadilan tidak mempersoalkan jika nama pemilik dalam sertifikat hak atas tanah yang dijual sebenarnya hanya nominee.
Tafsir Iktikad Baik dalam Sengketa Pertanahan dengan Perjanjian Nominee

Frasa ‘iktikad baik’ disebut setidaknya 27 kali dalam terjemahan Burgerlijk Wetboek voor Indonesie yang lebih dikenal sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Istilah ini dipadankan dengan ‘good faith’ dalam bahasa Inggris dan bona fide dalam bahasa Latin. Ada banyak ulasan mengenai pemaknaannya dalam penerapan hukum. 

Asas hukum yang satu ini kadang terasa ambigu. Maka, berkaitan dengan hukum perdata di Indonesia, perlu memperhatikan lebih jauh konsistensi pengadilan dalam menafsirkannya. Misalnya dalam sengketa pertanahan yang timbul akibat adanya perjanjian nominee (pinjam nama/nominee arrangement).

Persoalan perjanjian nominee perlu dibahas lebih dulu. Praktiknya di Indonesia kerap terjadi dalam kepemilikan tanah karena ada pembatasan kepemilikan oleh pihak tertentu. Hakim Agung I Gusti Agung Sumanatha menyebut larangan Warga Negara Asing (WNA) memiliki tanah dengan status hak milik sebagai salah satu faktor penyebab. 

Sumanatha menjelaskan dalam uraian tertulis kepada Hukumonline, “Karena tidak mungkin mempunyai hak milik, maka lahir perjanjian pinjam nama (nominee arrangement) dalam kepemilikan tanah, yaitu Warga Negara Asing (beneficiary) meminjam nama WNI (nominee) sebagai pihak yang namanya tercatat dalam Sertifikat Hak Milik”.

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional