Berubah Setelah Persetujuan Bersama, Nasib UU Cipta Kerja di Ujung Tanduk?
Utama

Berubah Setelah Persetujuan Bersama, Nasib UU Cipta Kerja di Ujung Tanduk?

Presiden diminta menerbitkan Perppu pembatalan UU Cipta Kerja karena Pasal 72 UU No. 12/2011 hanya membolehkan perubahan teknis penulisan setelah persetujuan bersama. Jika tidak, MK seharusnya berani membatalkan UU Cipta Kerja ini karena dinilai melanggar prosedur pembentukan UU atau cacat formil.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 9 Menit
Sidang paripurna saat persetujuan RUU Cipta Kerja menjadi UU, Senin (5/10). Foto: RES
Sidang paripurna saat persetujuan RUU Cipta Kerja menjadi UU, Senin (5/10). Foto: RES

Sejak disetujui menjadi UU pada 5 Oktober 2020 lalu, UU Cipta Kerja terus menuai penolakan dari berbagai elemen masyarakat baik dari sisi proses pembentukannya maupun substansinya. Dari sisi prosedur pembentukannya, draf UU Cipta Kerja telah beberapa kali mengalami perubahan baik dari sisi jumlah halaman maupun diduga substansinya yang kemudian terungkap ke publik.  

Mulanya UU Cipta Kerja ini versi 1.028 halaman yang diunggah di situs resmi DPR. Kemudian muncul versi 905 halaman setelah disetujui pemerintah dan DPR dalam sidang paripurna DPR 5 Oktober 2020. Tapi, Badan Legislasi DPR mengatakan draf yang sebanyak 905 halaman itu belum final, dan sedang dilakukan penyempurnaan/finalisasi dari sisi redaksional (salah ketik/typo). Hal ini dikatakan Anggota Baleg DPR Firman Soebagyo di beberapa media.

Setelah itu beredar draf sebanyak 1.035 halaman yang dikatakan Sekjen DPR Indra Iskandar sebagai draf final RUU Cipta Kerja. Sehingga, antara draf RUU Cipta Kerja versi 905 halaman dengan draf RUU Cipta Kerja 1.035 bertambah 130 halaman. Pemohon yang telah mendaftarkan uji formil UU Cipta Kerja ini menemukan beberapa perubahan substansi diantaranya:

Hukumonline.com

Lalu, pada 14 Oktober 2020, DPR menyerahkan draf UU Cipta Kerja ke pemerintah melalui Sekretariat Negara (Setneg), berubah lagi menjadi 812 halaman. Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin menyatakan naskah 812 halaman ini sudah final setelah proses perbaikan susunan redaksional dan typo (salah ketik). Dia mengaku perubahan halaman disebabkan perubahan ukuran font dan kertas format legal menjadi ukuran A4.

Aziz membantah tudingan penyelundupan pasal selama proses perbaikan draf UU Cipta Kerja ini selama 7 hari kerja ini. Aziz menegaskan Baleg dan Panitia Kerja (Panja) RUU Cipta Kerja bekerja sesuai mekanisme dan tata cara pengambilan keputusan di DPR. Dia mempersilakan pihak yang menuding adanya selundupan pasal dan ayat dalam UU Cipta Kerja agar melapor pihak kepolisian dan mengujinya ke MK.

DPR mengklaim, typo dan redaksional norma dapat diperbaiki setelah rapat paripurna. Hal ini merujuk Pasal 77 ayat (6) Peraturan DPR No.2 Tahun 2020 tentang Pembentukan Undang-Undang. Pasal itu menyebutkan, “Dalam hal keputusan rapat paripurna menyatakan persetujuan dengan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dilakukan penyempurnaan rumusan RUU”. Sedangkan Pasal 79 ayat (5) menyebutkan, “Dalam hal materi muatan RUU termasuk dalam ruang lingkup lebih dari dua komisi, penyempurnaan ditugaskan kepada Badan Legislasi atau panitia khusus.”

Kemudian, naskah berubah lagi dan bertambah menjadi 1.187 halaman yang terungkap setelah MUI dan Muhammadiyah menerima draf tersebut dari Setneg, Rabu (21/10/2020). Sehari kemudian, Kamis (22/10/2020), ada temuan hilangnya Pasal 46 UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) dari UU Cipta Kerja dalam naskah 1.187 halaman yang sudah dipegang pemerintah. Pasal 46 UU Migas berisi 4 ayat itu hilang dan tidak ada keterangan pasal yang bersangkutan dihapus. Padahal, dalam draf UU Cipta Kerja versi 812 halaman, pasal itu masih ada dan terdiri dari 4 ayat.

Tags:

Berita Terkait