Advokat Tangani Kasus KDRT, Ini Saran LBH Apik
Berita

Advokat Tangani Kasus KDRT, Ini Saran LBH Apik

Antara lain memberi penguatan terhadap korban, membuat korban percaya dan nyaman dalam menceritakan kasusnya, tidak menyalahkan korban, menghargai pilihan korban.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi advokat: BAS
Ilustrasi advokat: BAS

Undang-Undang (UU) No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) mengamanatkan semua pihak seperti keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan untuk memberi perlindungan guna memberikan rasa aman kepada korban KDRT.

Mengacu mandat tersebut, apa yang harus dilakukan advokat dalam menangani perkara KDRT? LBH Apik, yang selama ini fokus menangani kasus yang menimpa perempuan, termasuk KDRT, memberikan sedikitnya 9 saran.

Pertama, penguatan kepada korban. Koordinator Divisi Pelayanan Hukum LBH Apik, Uli Pangaribuan, mengatakan ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk memberi penguatan terhadap korban, misalnya dengan memberikan layanan konseling. Selama ini LBH Apik menggandeng psikolog pro bono untuk memberikan layanan kepada korban.

“Ada juga korban yang tidak mau membawa kasusnya ke proses hukum, hanya butuh piskolog atau konseling saja,” kata Uli Pangaribuan dalam diskusi “Training Advokat KONEKSI”, kerja sama LBH Apik dengan Justika.com, Jumat (6/11/2020). (Baca Juga: Peran Advokat Saat Menangani Kasus KDRT Dampak Pandemi)

Hukumonline.com

Kedua, membuat korban percaya dan aman dalam menceritakan kasusnya. Uli mengatakan tidak mudah bagi korban menceritakan peristiwa yang dialaminya. Ketika korban mau bercerita, advokat harus menjadi pendengar yang baik dan memberi kesempatan korban bercerita. Ketiga, tidak menyalahkan korban. Keempat, memberikan informasi kepada korban terkait aspek hukum dari kasus yang dialami.

Kelima, menghargai pilihan korban. Uli mengingatkan setiap keputusan harus berdasarkan kesepakatan bersama antara korban dan pendamping (advokat). Advokat harus memahami emosi korban karena tak jarang ada korban yang mendesak agar langsung melapor ke polisi. Ada juga korban yang sudah mengalami luka memar, tapi tidak mau melaporkan pelakunya. Oleh karena itu, korban harus terus diberi dukungan dan masukan, dan biarkan korban yang memilih mana keputusan terbaik untuknya.

Keenam, menghubungi dan mendampingi korban ke rumah aman untuk kepentingan keselamatan dan pemulihan trauma yang biasanya memerlukan waktu khusus. Uli mengingatkan ada berbagai persyaratan yang harus dipenuhi agar korban dapat mengakses rumah aman milik pemerintah, antara lain bukti laporan ke polisi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait