Pendanaan Bagi Pelaku Usaha Start-Up dan UKM di Tengah Pandemi, Apakah Mungkin?
Info Hukumonline

Pendanaan Bagi Pelaku Usaha Start-Up dan UKM di Tengah Pandemi, Apakah Mungkin?

Dibutuhkan strategi khusus bagi UKM dan start-up, untuk melihat peluang di tengah pandemi ini, salah satunya dengan mendapatkan pendanaan dari pihak ketiga.

Oleh:
Tim Hukumonline
Bacaan 3 Menit
Pendanaan Bagi Pelaku Usaha Start-Up dan UKM di Tengah Pandemi, Apakah Mungkin?
Hukumonline

Sebagaimana kita ketahui, pandemi Covid-19 yang terjadi telah membatasi mobilitas manusia, semua industri dan sektor berdampak, tak terkecuali pelaku usaha rintisan (Start-up) dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Padahal nyatanya, UKM turut berperan dalam peningkatan produk domestik bruto (PDB) di Indonesia.

Dikutip dari Kompas.com, Asosiasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah Indonesia (Akumindo) mencatat, pada 2019 saja, kontribusi UKM terhadap PDB Indonesia mencapai 65% atau sekitar Rp2.394,5 triliun. Sementara itu, penelitian berjudul Financing Small Businesses in Indonesia: Challenges and Opportunities yang digagas oleh International Labour Office pada 2019 menemukan, dari total pinjaman bank sebesar Rp4.136 triliun, 16% di antaranya diwakili oleh UKM secara konsisten dalam beberapa tahun terakhir. 

Di sisi lain, per November 2020, Startup Rankingtelah menobatkan Indonesia sebagai negara dengan pertumbuhan start-up terbesar kelima dunia berjumlah 2.192, setelah Canada dengan total 2.736 start-up.

Pandemi itu tentu membawa dampak signifikan bagi UKM dan start-up. Dibutuhkan strategi khusus bagi UKM dan start-up, untuk melihat peluang di tengah pandemi ini, salah satunya dengan mendapatkan pendanaan dari pihak ketiga. Namun ketika berbicara mengenai pendanaan, terdapat kesulitan yang dihadapi oleh pelaku usaha start-up dan UKM, salah satu di antaranya adalah faktor legalitas untuk memperoleh akses keuangan.

Hambatan ‘akses keuangan’ ini sendiri menjadi hal yang sulit teratasi, ketika pengajuan pinjaman harus terbentur persyaratan lembaga keuangan yang tidak dapat dipenuhi oleh banyak UKM. Salah satu yang kerap terjadi, terkait status badan hukum dan aspek legal UKM.

Jika melihat praktik di lapangan, sebenarnya ada banyak start-up atau UKM yang beroperasi tanpa badan usaha. Alasannya, banyak bisnis informal merasa bahwa pendaftaran rumit dan tidak memiliki manfaat. Padahal, menjalankan bisnis tanpa badan hukum akan membatasi akses ke pinjaman bank, hibah, maupun bentuk pendanaan lain. Belum lagi ketika masuk ke fase pendanaan, banyak dokumen hukum yang harus dilengkapi dan dimiliki, hal ini tentu harus dipahami oleh pelaku usaha start-up dan UKM.

Sebagai pelopor penyedia konten edukasi dan analisis hukum terkini selama lebih dari dua dekade, Hukumonline memahami bahwa kesadaran hukum memiliki peran penting dalam mendukung perkembangan start-up dan UKM sebagai katalis percepatan ekonomi nasional. Karena bukan hanya akses keuangan saja yang menjadi momok bagi start-up atau UKM, melainkan beberapa aspek hukum lain yang harus dipahami agar kuat secara hukum dan membangun model bisnis yang berkelanjutan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait