Video Syur Mirip Publik Figur, Ini Sanksi Pembuat dan Pengedar Konten Pornografi
Berita

Video Syur Mirip Publik Figur, Ini Sanksi Pembuat dan Pengedar Konten Pornografi

Perlindungan terhadap korban harus menjadi yang paling utama. Tidak penting dia publik figur atau bukan.

Oleh:
M. Agus Yozami
Bacaan 6 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Belum lama ini, masyarakat dihebohkan dengan beredarnya video tidak senonoh yang menampilkan sosok laki-laki dan perempuan yang diduga merupakan publik figur. Video ini viral di media sosial dan tidak sedikit warganet yang menyebarluaskan tangkapan layar dan video tersebut. Terlepas dari siapa sosok laki-laki dan perempuan di dalam video, yang jelas ada sanksi bagi pembuat dan pengedar konten pornografi.

Merujuk Klinik Hukumonline berjudul ‘Sanksi bagi Pembuat dan Penyebar Konten Pornografi’ dijelaskan, mengenai pornografi telah ada beberapa undang-undang yang mengatur substansi yang dimaksud, antara lain: KUHP, UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah oleh UU No.19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan UU No.44 Tahun 2008 tentang Pornografi.

Dalam Bab XIV KUHP diatur tentang Kejahatan terhadap Kesusilaan, tetapi tidak diatur mengenai definisi kesusilaan. Demikian juga dengan UU ITE, Pasal 27 ayat (1) UU ITE mengatur larangan mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.

Dari ketiga undang-undang yang dimaksud, Pasal 1 angka 1 UU Pornografi lebih jelas memberikan definisi mengenai Pornografi, yaitu gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Oleh karena itu, definisi tersebut dapat diterapkan dalam diskusi ini.

Secara teoritis-normatif, foto atau rekaman video hubungan seksual disebut Pornografi apabila foto atau rekaman tersebut melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. (Baca Juga: Pesta Gay, Jerat Hukum Pencabulan Sesama Jenis)

Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi mengatur larangan perbuatan memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat: a. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang; b. kekerasan seksual; c. masturbasi atau onani; d. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; e. alat kelamin; atau f. pornografi anak.

Dalam Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi disebutkan bahwa yang dimaksud dengan "membuat" adalah tidak termasuk untuk dirinya sendiri dan kepentingan sendiri.

Tags:

Berita Terkait