Dosen Uji Formil UU MK dan Persoalkan Syarat Usia Hakim Konstitusi
Berita

Dosen Uji Formil UU MK dan Persoalkan Syarat Usia Hakim Konstitusi

Majelis meminta proses pembentukan UU yang diuji pemohon harus dibuktikan persoalan dari pembentukannya dan memastikan pasal-pasal yang ingin diujikan.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 4 Menit
Gedung MK llustrasi: Hol
Gedung MK llustrasi: Hol

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana pengujian UU No. 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK), Selasa (10/11/2020). Permohonan ini diajukan Allan Fatchan G.W. yang berprofesi dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) uji formil dan materil.  

Di hadapan Majelis Panel yang dipimpin Wakil Ketua MK Aswanto didampingi Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Enny Nurbaningsih, Pemohon menyampaikan dirinya selaku warga negara pembayar pajak memiliki kesungguhan terhadap isu-isu perkembangan, tugas dan kewenangan MK, penegakan hak konstitusional, dan prinsip konstitusionalisme UUD Tahun 1945.

Menurut Allan, proses pembentukan UU MK terbaru ini secara formil telah melanggar dan bertentangan dengan ketentuan terkait tata cara pembentukan undang-undang yang diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3) sebagai pelaksana dari Pasal 22A UUD 1945.

“Pembentukan UU MK telah melanggar ketentuan formil UU yang dibentuk tanpa partisipasi publik karena proses pembahasannya dilakukan secara tertutup dengan waktu yang sangat terbatas,” ujar Allan dalam persidangan yang digelar secara virtual, seperti dikutip laman MK.   

Terkait uji materil, Allan yang juga sebagai Kepala Pusat Studi Hukum Konstitusi Fakultas Hukum UII Yogyakarta ini, memohon pengujian Pasal 15 ayat (2) huruf d, Pasal 22, Pasal 23 ayat (1) huruf d, Pasal 26 ayat (1) huruf b, dan Pasal 87 UU MK yang dianggap bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 24 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945.

Salah satu kuasa hukum pemohon, Muhammad Azhar menguraikan, Pasal 15 ayat (2) huruf d yang berbunyi, “… berusia paling rendah 55 (lima puluh lima) tahun,“ terdapat penambahan usia dari usia 47 tahun menjadi usia 55 tahun yang tidak memiliki urgensi nyata. Bahkan alasan menaikkan syarat usia hakim konstitusi ini tidak dapat ditemukan dalam Naskah Akademik UU MK. Hal tersebut bertentangan dengan Putusan MK Nomor 7/PUU-XI/2013.

Azhar menilai pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 karena sejatinya syarat hakim konstitusi dalam UUD 1945 terbatas pada harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara.

Tags:

Berita Terkait