Pemerintah Klaim UU Cipta Kerja Bisa Bereskan "Ranjau-ranjau" Regulasi
Berita

Pemerintah Klaim UU Cipta Kerja Bisa Bereskan "Ranjau-ranjau" Regulasi

Undang-Undang ini disusun dengan normal pada saat pandemi Covid-19. Namun perhatian publik tersita pada masalah kesehatan, sehingga informasi pembahasan UU Cipta Kerja luput dari perhatian.

Oleh:
Mochammad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Perwakilan pemerintah berfoto bersama pimpinan DPR usai pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU dalam Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10) lalu. Foto: RES
Perwakilan pemerintah berfoto bersama pimpinan DPR usai pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU dalam Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10) lalu. Foto: RES

Pertentangan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja masih jadi penolakan dari berbagai pihak. Pemerintah menyatakan melalui UU Cipta Kerja salah satu tujuan utamanya dapat mengatasi tumpang tindih perizinan usaha. Di sisi lain, berbagai pihak seperti akademisi, buruh hingga organisasi nirlaba menyatakan regulasi tersebut minim keterlibatan publik hingga muatan ketentuan yang dianggap hanya mementingkan kelompok pengusaha.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan A. Djalil menyampaikan bahwa penolakan-penolakan terhadap UU ini karena adanya misinformasi. "Salah paham tadi, menyebabkan reaksi-reaksi dari masyarakat," ujarnya, Jumat (13/11).

Menanggapi pernyataan bahwa UU ini disusun tergesa-gesa di masa pandemi Covid-19, Sofyan A. Djalil menjelaskan bahwa UU ini telah mulai disusun pemerintah sejak akhir tahun 2019 lalu dan telah sesuai dengan kaidah penyusunan perundang-undangan. Pada saat pembahasan di DPR RI telah melibatkan organisasi profesi, masyarakat, akademisi, telah disiarkan pula melalui TV Parlemen dan juga media-media lainnya.

"Undang-Undang ini disusun dengan normal, pada saat pandemi Covid-19 ini, perhatian publik tersita pada masalah kesehatan, sehingga informasi pembahasan cipta kerja ini luput dari perhatian. Pemerintah menyusun undang-undang ini dengan sistem omnibus law, disusun dalam waktu cepat, karena memang dibutuhkan untuk membereskan ranjau-ranjau pada undang-undang sektoral, yang saling bertentangan, yang membuat kita tidak dapat bergerak," tambahnya. (Baca: UU Cipta Kerja Dinilai Ciptakan Pasar Tenaga Kerja Fleksibel)

Sulit dan berbelitnya izin yang menghambat investasi dijelaskan Sofyan dengan mengambil contoh pengurusan izin pembuatan tambak pada suatu wilayah. Alur perizinan pertama adalah harus ada rekomendasi dari camat. Selanjutnya, harus ada persetujuan dari warga dan harus ada berita acara expose warga, harus ada rekomendasi dari kepala desa, setelah itu berkas-berkas tersebut dibawa ke kabupaten dan meminta expose kabupaten. Untuk expose ini butuh 21 hari.

Tidak hanya itu saja, karena harus ada juga survei lokasi dengan dinas terkait. Kemudian harus ada IPPT (Izin Pemanfaatan dan Penggunaan Tanah) dan untuk mendapatkan IPPT harus ada rekomendasi dari Dinas Tata Ruang Kabupaten, disposisi bupati, rekomendasi camat, rekomendasi Dinas Perikanan, rekomendasi Dinas Pertanian, Dinas PUPR, Satpol PP, izin genset sampai dengan pemadam kebakaran, sungguh banyak izin yang harus dikantongi.

"Apabila ini dialami oleh pelaku usaha kecil yang populasinya lebih dari 90 persen, maka mereka tidak bisa bernafas, akan berhenti bahkan sebelum melangkah, tentu ini menghambat perekonomian," jelasnya.

Tags:

Berita Terkait