Sudah Diatur Ketat, Pelaku Usaha Tolak RUU Larangan Minuman Beralkohol
Berita

Sudah Diatur Ketat, Pelaku Usaha Tolak RUU Larangan Minuman Beralkohol

RUU Larangan Minol dinilai dapat memberikan dampak negatif terhadap pariwisata Indonesia.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi minuman beralkohol. Foto: RES
Ilustrasi minuman beralkohol. Foto: RES

Rancangan Undang-Undang Larangan Minumal Beralkohol direncanakan akan kembali dibahas oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR. Baleg DPR bakal meminta penjelasan pengusul RUU, selanjutnya mengharmonisasi dan mensinkronisasi RUU Larangan Minol dengan peraturan perundang-undangan lain setelah adanya permintaan dari para pengusul.

Namun kehadiran RUU Larangan Minol tersebut ditolak oleh kalangan pengusaha. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan bahwa RUU Larangan Minol justru memberikan citra yang kurang baik. Dia menegaskan pelaku usaha menolak RUU Larangan Minol.

“Ini memberikan citra yang kurang baik, dan kami menolak RUU tersebut. Dari judulnya saja sudah provokatif, ini menjadi konotatif, dan nanti akan memberikan dampak negatif untuk pariwisata kita. Saya berharap mayoritas fraksi menolak RUU tersebut,” katanya dalam konferensi pers secara daring, Senin (16/11).

Pengurus Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Bambang Britono, menambahkan bahwa RUU Larangan Minol di Indonesia menjadi trending topik hingga ke luar negeri. Dia mengaku tak paham dengan RUU Larangan Minol dan memberikan kesam seram ketika dibaca. (Baca: Catatan Ormas Keagamaan atas RUU Larangan Minuman Beralkohol)

“RUU Larangan Minol ini sangat trending, tidak saja di domestik tapi juga luar negeri. Bagaimana bisa ada rancangan UU, mulai dari produsen, importir distributor terus konsumen itu bisa kena penalti sanksi berbayar kalau mereka menyimpan, memproduksim\, dan mengkonsumsi minuman beralkohol. RUU ini banyak yang tidak dimengerti, dan agak seram kalau dibaca,” jelasnya pada acara yang sama.

Menurut Bambang, RUU Larangan Minuol belum matang. Hal ini pula yang kemudian membuat RUU ini gagal dibahas oleh DPR pada periode tahun lalu. Selain itu dia menilai regulasi terkait minuman beralkohol di Indonesia sudah cukup ketat mulai dari investasi, distribusi, hingga tempat penjualan. Sehingga, lanjutnya, dirasa tidak tepat ketika DPR kembali merancang UU terkait minuman beralkohol.

“Dan saya pikir masih banyak produk UU lain, selain UU ini yang lebih penting. Karena minuman berlakohol sendiri sudah diatur secara ketat mulai dari investasi, investasi sendiri diatur kuotanya, kemudian distribusi dan tempat penjaualan, itu semua mengikuti izin yang ditentukan dan pergerakan barang pakai dokumen. Ini Industri yang sangat regulated,” tegasnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait