Legislator Ingatkan Sekolah Tatap Muka Harus Terapkan Protokol Kesehatan
Berita

Legislator Ingatkan Sekolah Tatap Muka Harus Terapkan Protokol Kesehatan

Pembukaan sekolah tatap muka memang menjadi kebutuhan, utamanya di daerah-daerah. Hal itu terjadi karena pola pembelajaran jarak jauh (PJJ) tidak bisa berjalan efektif.

Oleh:
Mochammad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Foto: Dok. Hol
Foto: Dok. Hol

Pemerintah telah menetapkan panduan-panduan bagi sekolah yang ingin melakukan proses pembelajaran tatap muka secara langsung. Ketentuan-ketentuan tersebut tertian dalam surat keputusan bersama (SKB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama (Menag), Menteri Kesehatan (Menkes), dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Semester Genap Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Covid-19.

Menanggapi SKB Menteri itu, Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Syaiful Huda mengingatkan bahwa pembukaan sekolah di sejumlah daerah harus menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

“Kami mendukung pembukaan sekolah untuk pembelajaran tatap muka. Tetapi hal itu harus dilakukan dengan protokol kesehatan ketat karena saat ini penularan Covid-19 masih terus berlangsung. Bahkan menunjukkan tren peningkatan dalam minggu-minggu terakhir ini,” ujar Huda dalam keterangannya.

Dia menjelaskan pembukaan sekolah tatap muka memang menjadi kebutuhan, utamanya di daerah-daerah. Hal itu terjadi karena pola pembelajaran jarak jauh (PJJ) tidak bisa berjalan efektif karena minimnya sarana prasarana pendukung seperti tidak adanya gawai dari siswa dan akses internet yang tidak merata. Padahal di satu sisi, para siswa harus tetap mendapatkan materi pembelajaran. (Baca: Polemik Sekolah Tatap Muka Saat Wabah Covid-19)  

“Di beberapa daerah siswa selama pandemi Covid-19 benar-benar tidak bisa belajar karena sekolah ditutup. Kondisi ini sesuai dengan laporan terbaru World Bank (WB) terkait dunia pendidikan Indonesia akan memunculkan ancaman loss learning atau kehilangan masa pembelajaran bagi sebagian besar peserta didik di Indonesia,” tambah dia.

Ancaman kehilangan pembelajaran tidak bisa dianggap remeh. Kondisi tersebut akan memunculkan efek domino dimana peserta didik akan kehilangan kompetensi sesuai usia mereka. Hal itu juga telah disinggung dalam laporan UNICEF tentang dampak pandemi bagi anak di Indonesia beberapa waktu lalu.

Lebih parah lagi jika peserta didik kemudian harus putus sekolah karena tidak mempunyai biaya atau terpaksa harus membantu orang tua mereka. “Kami menerima laporan bahwa jumlah pekerja anak selama pandemic ini juga meningkat, karena mereka terpaksa harus membantu orang tua yang kesulitan ekonomi,” kata dia.

Tags:

Berita Terkait