RKUHP Tak Masuk Prolegnas Prioritas, Momentum Jaring Aspirasi Publik
Berita

RKUHP Tak Masuk Prolegnas Prioritas, Momentum Jaring Aspirasi Publik

Untuk memperbaiki pasal-pasal yang dinilai masih polemik demi permbaruan KUHP. Diharapkan nantinya RKUHP dapat dibahas pada tahun 2022.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Keputusan tak memasukan Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana (RKUHP) menjadi momentum untuk menjaring masukan dari berbagai elemen masyarakat terkait substansi RKUHP. Untuk itu, pemerintah harus memastikan bukan hanya sosialisasi RKUHP, tetapi juga membuka ruang seluas-luasnya bila ada usulan perubahan substansial dalam RKUHP ini.  

Pernyataan itu disampaikan Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu dalam keterangan tertulisnya kepada Hukumonline, Rabu (25/11/2020). (Baca Juga: Alasan Pemerintah RKUHP dan RUU Pemasyarakatan Tak Masuk Prolegnas 2021)

Dia menilai penundaan pengesahan RKUHP beberapa waktu lalu lantaran persoalan substansi. Karena itu, pembahasan lanjutan nantinya harus membuka ruang mengubah substansi RKUHP. Selain soal substansi, RKUHP memiliki persoalan terkait metode perubahan UU berwujud RUU. Padahal secara struktur dan substansi, sejatinya tak terlalu banyak berubah dari KUHP yang berlaku saat ini. Dengan begitu, evaluasi mengenai metode perubahan harus diperjelas agar pembaruan KUHP menjadi lebih realistis.

Menurutnya, idealnya pembaruan KUHP dapat dilakukan secara bertahap. Seperti terlebih dahulu memperbaharui Buku I sebagai upaya menghindari banyak polemik pembahasan di Buku II yang mengatur masalah tindak pidana. Hal lain, kata Eras, mendorong pemerintah agar membentuk Komite Ahli dengan keanggotaan tak hanya ahli hukum pidana, tetapi melibatkan ahli bidang lain.

Menurutnya, Komite Ahli bertugas membantu pemerintah dan DPR dalam menguatkan pembahasan RKUHP dengan data dan evaluasi terhadap implementasi hukum pidana di Indonesia. Tentunya, berbasis bukti dengan multi perspektif dan disiplin ilmu. “ICJR menilai RKUHP selama ini belum sepenuhnya lahir dari evaluasi komprehensif berbasis data,” kata dia menduga.

Lebih lanjut, dia mengatakan, tak masuknya RKUHP dalam Prolegnas prioritas 2021 semestinya dijadikan momentum pemerintah untuk merancang ulang ide pembaharuan hukum pidana di Indonesia. Baginya, RKUHP sebelumnya, belum disusun berdasarkan evaluasi kebijakan yang memadai. Bahkan, belum memperhatikan upaya pembangunan dan keselarasan dengan kebijakan lain.

“Untuk mendukung evaluasi tersebut, pemerintah perlu menyusun peta jalan Reformasi Kebijakan Hukum Pidana dan termasuk menyusun RUU Reformasi Kebijakan Sistem Peradilan Pidana,” sarannya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait