Memahami Pilihan Prosedur Penyelesaian Sengketa untuk Startup dan UMKM
Utama

Memahami Pilihan Prosedur Penyelesaian Sengketa untuk Startup dan UMKM

Penyelesaian sengketa bisnis untuk startup dan UMKM melalui pengadilan dan di luar pengadilan, seperti lembaga arbitrase (BANI), mediasi, BAMHKI.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 3 Menit
Senior Advisor Justika.com, Ade Novita Juliano. Foto: RES
Senior Advisor Justika.com, Ade Novita Juliano. Foto: RES

Dalam menjalankan bisnis tak jarang menemui kendala atau masalah yang berujung   konflik atau sengketa bisnis yang suka atau tidak suka harus segera diselesaikan oleh perusahaan dan partner perusahaan. Konflik atau sengketa bisnis umumnya terjadi karena kesalahpahaman atau ketidaksepahaman para pihak saat menjalankan bisnis usaha tertentu. Lantas, apa saja yang perlu diperhatikan bila terjadi sengketa bisnis?

Senior Advisor Justika.com, Ade Novita Juliano mengatakan dalam setiap perjanjian atau kontrak bisnis, salah satu klausulnya penting menentukan yurisdiksi hukum atau lembaga hukum apa yang dipakai untuk menyelesaikan sengketa bisnis. Misalnya, memilih penyelesaian sengketa di BANI, Badan Arbitrase dan Mediasi Hak Kekayaan Intelektual (BAMHKI).  

“Bisa juga pengadilan atau alternatif penyelesaian sengketa lain yang harus disepakati bersama dan diatur dalam kontrak bisnis,” kata Ade Novita dalam Hukumonline Law Festival for Start-Ups and SMEs-Privacy bertajuk “Survival in Financial Crisis: Things You Need to Know About Dispute Settlement and Restructuring Relationship”, Rabu (25/11/2020). (Baca Juga: Yuk! Pahami Pembuatan Kontrak untuk Startup dan UMKM)

Ia mengatakan ketika sebuah perusahaan startup, UMKM, atau perusahaan besar mengalami sengketa bisnis penting untuk memilih advokat yang mempunyai kapasitas dan kapabilitas untuk membantu penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan di Indonesia umumnya melalui tiga tahap yaitu pengadilan tingkat pertama, banding, dan kasasi. Hingga putusannya dinyatakan berkekuatan hukum tetap.  

“Apabila ada bukti baru (novum), pihak yang tidak puas dengan putusan kasasi dapat mengajukan upaya hukum luar biasa, peninjauan kembali (PK),” kata Ade menerangkan.

Namun, para pihak memilih penyelesaian sengketa bisnis melalui lembaga penyelesaian alternatif putusannya bersifat final dan mengikat. Putusan tersebut didaftarkan di pengadilan negeri untuk dapat dieksekusi. Menurutnya, selama masa pandemi Covid-19 tidak jarang perusahaan mengalami sengketa bisnis dan memilih lembaga tertentu untuk menyelesaikan sengketanya.

Ia mencontohkan selama pandemi Covid-19 banyak perusahaan yang melakukan efisiensi karyawan, mulai menerapkan bekerja dari rumah, mutasi, atau bahkan PHK. Tapi, perlu diperhatikan adalah ketentuan UU Ketenagakerjaan untuk memastikan boleh atau tidaknya melakukan efisiensi karyawan. “Perlu dilihat juga kontrak kerja karyawan untuk memastikan kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya terutama terkait masa kerja,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait