Mendorong Dwi Kewarganegaraan Agar Bisa Diterapkan di Indonesia
Utama

Mendorong Dwi Kewarganegaraan Agar Bisa Diterapkan di Indonesia

Regulasi pengakuan dwi kewarganegaraan ini telah memberi banyak manfaat negara asal yang jumlah penduduknya besar.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 4 Menit
Sejumlah narasumber diskusi daring dari Gedung DPR bertajuk 'Penerapan Sistem Dwi Kewarganegaraan di Indonesia', Rabu (2/12). Foto: Humas DPR
Sejumlah narasumber diskusi daring dari Gedung DPR bertajuk 'Penerapan Sistem Dwi Kewarganegaraan di Indonesia', Rabu (2/12). Foto: Humas DPR

Diaspora Indonesia di berbagai negara berjumlah 8 sampai 10 juta orang. Ada sekitar 4,6 juta masih berstatus WNI dan sisanya merupakan eks WNI beserta keturunannya. Peran diaspora sebagai salah satu non-state actor dalam hubungan international. Diaspora Indonesia sendiri berpotensi membawa aset dalam berbagai bentuk seperti human capital, skill, wealth, dan networks yang diharapkan dapat memperkuat perekonomian nasional.

Hanya saja, saat ini diaspora Indonesia masih kesulitan dengan status kewarganegaraan dan menginginkan adanya regulasi Indonesia yang mengatur mengeni dwi kewarganegaraan. Sebab, UU Kewarganegaraan RI saat ini tidak mengakui adanya dwi kewarganegaraan. (Baca Juga: Status Kewarganegaraan Ganda dalam Hukum Indonesia)

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI), Prof Satya Arinanto mengatakan Penjelasan Umum UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, menganut 4 asas kewarganegaraan yaitu asas ius sanguinis (law of the blood); asas ius soli (law of the soil); asas kewarganegaraan tunggal yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang; dan asas kewarganegaraan ganda terbatas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anaknya sesuai ketentuan yang diatur dalam UU ini.

“UU Kewarganegaraan RI ini memberi penegasan tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bipatride) atau tanpa kewarganegaraan (apartride). Kewarganegaraan yang diberikan kepada anak dalam UU ini merupakan suatu pengecualian. Jadi, jika ingin membuat regulasi dwi kewarganegaraan perlu penyusunan naskah akademik yang baik,” kata Prof Satya Arinanto dalam diskusi daring dari Gedung DPR bertajuk “Penerapan Sistem Dwi Kewarganegaraan di Indonesia”, Rabu (2/12/2020).

Dia mendorong pemerintah dan DPR kembali menyetujui usul perubahan UU No. 12 Tahun 2006 atau menyusun UU baru. Dia meliha dalam Prolegnas 2014-2019 sudah tercantum usulan membentuk RUU perubatan UU No. 12 Tahun 2006. Hal ini sebagai pengakuan eksistensi diaspora Indonesia di luar negeri dan sistem dwi kewarganegaraan telah dilakukan oleh banyak negara di dunia. Terbukti, regulasi pengakuan dwi kewarganegaraan ini telah memberi banyak manfaat negara asal yang jumlah penduduknya besar.

“Termasuk Indonesia yang merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia. Selain itu, pengaturan dwi kewarganegaraan dipandang sebagai konsekuensi logis dari strategi pengembangan sumber daya manusia di Indonesia,” kata dia.  

Ia menyebut telah ada sekitar 56 negara yang telah menyesuaikan kebijakan imigrasi dan kewarganegaraannya untuk mengakomodasi diaspora. Dari jumlah itu, 44 negara telah menerapkan kebijakan dwi kewarganegaraan dalam konteks agar seseorang tidak kehilangan kewarganegaraan negara asalnya jika ia tetap mengambil kewarganegaraan negara lain.

Tags:

Berita Terkait