Mendorong Pemberatan Hukuman Dugaan Korupsi terhadap Dua Menteri
Berita

Mendorong Pemberatan Hukuman Dugaan Korupsi terhadap Dua Menteri

Karena melakukan kejahatan dalam jabatan dan di tengah situasi wabah penyakit, pandemi Covid-19.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Sejumlah narasumber dalam diskusi bertajuk 'Catatan Akhir Tahun 2020 Keluarga Alumni Hukum Gadjah Mada (Kahgama)', Kamis (17/12). Foto: RFQ
Sejumlah narasumber dalam diskusi bertajuk 'Catatan Akhir Tahun 2020 Keluarga Alumni Hukum Gadjah Mada (Kahgama)', Kamis (17/12). Foto: RFQ

Di tengah upaya pemerintah memerangi pandemi Covid-19, publik dikejutkan dengan penangkapan dua menteri pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Wajah pemerintah tercoreng akibat ulah dua menteri yang diduga melakukan tindak pidana korupsi di tengah situasi wabah pandemi Covid-19. Sejumlah pihak mendorong agar kedua menteri itu dihukum berat karena dilakukan saat pandemi Covid-19.

“Saya harus mengkritik KPK ketika menjerat pasal suap kepada dua menteri tersebut. Jadi mengapa bukan Pasal 2 ayat (2) UU Pemberantasan Tipikor? Ini saya katakan, ada empat alasan pemberatan,” ujar Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (FH UGM) Prof Edward Omar Sharif Hiariej dalam diskusi bertajuk “Catatan Akhir Tahun 2020 Keluarga Alumni Hukum Gadjah Mada (Kahgama)”,Kamis (17/12/2020).

Kedua menteri yang diduga keras melakukan tindak pidana korupsi itu adalah Menteri Kelautan Perikanan (KKP) Eddy Prabowo dan dan Menteri Sosial Juliari Batubara. Eddy diduga menerima suap dalam kasus dugaan korupsi perizinan ekspor benih lobster. Sedangkan Juliari diduga korupsi berupa suap senilai Rp17 miliar dalam program bantuan sosial sembako se-Jabodetabek. (Baca Juga: Asa KPK di Tengah “Pandemi”)

KPK menjerat Juliari dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan Eddy Prabowo dijerat dengan Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Dia menerangkan pemberatan hukuman layak diberikan terhadap kedua pejabat negara tersebut terutama dengan Pasal 2 ayat (2) UU Pemberantasan Tipikor. Pasal 2 ayat (2) UU Pemberantasan Tipikor, khususnya frasa “keadaan tertentu” terdapat tiga tafsiran/kondisi yakni bencana alam, huru-hara, dan terjadi wabah penyakit. Dia menilai situasi pandemi Covid-19 bisa jadi masuk kategori wabah penyakit. Karenanya, apapun kejahatannya, apalagi korupsi dalam situasi pandemi Covid-19, pelakunya dikenakan pemberatan hukuman.

“Artinya kedua menteri yang terjerat OTT KPK baik Menteri Perikanan dan Kelautan maupun Menteri Sosial, keduanya harus dikenakan pemberatan hukuman. Jadi bukan karena berkaitan dengan Mensos, tapi juga Menteri KKP karena perbuatannya dilakukan di masa pandemi,” ujarnya.

Untuk itu, penegak hukum semestinya berpegang pada aturan berdasarkan situasi merebaknya wabah penyakit. Menurutnya, terdapat dua alasan perlunya pemberatan hukuman. Pertama, kejahatan dilakukan di tengah situasi wabah penyakit. Kedua, kejahatan yang dilakukan pada jabatan. Kedua menteri melakukan kejahatan dalam jabatannya di tengah situasi pandemi Covid-19. “Artinya harus dikenakan Pasal 2 ayat (2) UU Pemberantasan Tipikor,” sarannya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait