Urgensi Perluasan Kompetensi Pengadilan Niaga
Kolom

Urgensi Perluasan Kompetensi Pengadilan Niaga

Jika dilakukan penambahan jumlah pengadilan niaga maka akan mengubah kompetensi relatif dari pengadilan niaga yang ada.

Bacaan 4 Menit
Urgensi Perluasan Kompetensi Pengadilan Niaga
Hukumonline

Makna perluasan kompetensi yang dimaksud dalam tulisan ini adalah kompetensi absolut, yang menyangkut perkara yang menjadi kewenangan pengadilan niaga dan kompetensi relatif, yakni menyangkut teritorial pengadilan niaga sesuai Keputusan Presiden (Keppres) No. 97 Tahun 1999. Ada lima pengadilan niaga di 5 kota besar (Makasar, Medan, Surabaya, Semarang dan Jakarta) yang perlu ditambah jumlahnya terkait dengan adanya urgensi untuk memperluas kompetensi absolut dari pengadilan niaga itu sendiri.

Pada awalnya pengadilan niaga dibentuk seiring dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 1 Tahun 1998. Selanjutnya Perpu ini disahkan dan diundangkan menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan & PKPU).

Dalam perkembangannya pengadilan niaga mengalami perluasan kompetensi yakni ditambah penyelesaian sengketa hak atas kekayaan intelektual dan selanjutnya ditambah melalui Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan yakni dalam hal sengketa dalam proses likuidasi dan tuntutan pembatalan segala perbuatan hukum bank yang mengakibatkan berkurangnya aset atau bertambahnya kewajiban bank, yang dilakukan dalam jangka waktu satu tahun sebelum pencabutan izin usaha.

Terakhir setelah disahkannya Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja maka kompetensi pengadilan niaga kembali bertambah, yakni ditambah perkara persaingan usaha. Sebelum UU Cipta Kerja berlaku atas keberatan putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) diajukan pada pengadilan negeri, namun setelah berlakunya UU Cipta Kerja maka keberatan atas putusan KPPU diajukan pada pengadilan niaga.

Terus bertambahnya perluasan kompetensi pengadilan niaga itu sendiri disebabkan karena definisi kata ‘niaga’ dalam pengadilan niaga tidak pernah terdefinisi secara jelas. Misalnya jika dibandingkan dengan pengadilan hubungan industrial yang secara jelas mendefinisikan kompetensi pengadilan hubungan industrial dalam perundang-undangan tersendiri yakni dale Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial jelas mendefinisikan kompetensi pengadilan hubungan industrial. Demikian juga terminologi ‘hubungan industrial’ sudah didefinisikan dengan jelas dalam Pasal 1 ayat (16) Undang-Undang 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Kompetensi Absolut

Definisi dari kata ‘niaga’ tersebut penting untuk didefinisikan guna memastikan kompetensi absolut dari pengadilan niaga itu sendiri. Jika melihat pada perkembangan dan kebutuhan perniagaan terhadap pengadilan niaga maka dalam hal ini perlu dilakukan perluasan kompetensi pengadilan niaga. Jika mengacu pada naskah akademik UU Cipta Kerja terkait pasal yang memperluas kompetensi pengadilan niaga menjadi termasuk menangani keberatan atas keputusan KPPU adalah hakim pengadilan niaga telah terbiasa menghadapi sengketa perniagaan sehingga akan lebih tepat sengketa terkait persaingan usaha diselesaikan melalui pengadilan niaga.

Jika menggunakan pemikiran yang sama serta melihat kebutuhan dunia usaha akan pengadilan niaga maka seharusnya kompetensi pengadilan niaga dapat ditambah dengan perkara perniagaan lain seperti misalnya pasar modal, perkara perbankan maupun perkara perkara perniagaan lainnya. Rutten (1961), menguraikan terminologi perniagaan berbeda dengan keperdataan pada umumnya sehingga menggolongkan semua perkara perniagaan pada pengadilan perdata tidaklah tepat.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait