Melihat Pedoman Penerapan Keadilan Restoratif di Pengadilan
Utama

Melihat Pedoman Penerapan Keadilan Restoratif di Pengadilan

Keputusan Dirjen Badan Peradilan Umum MA ini mengatur penerapan keadilan restoratif dalam penanganan perkara tindak pidana ringan, perempuan yang berhadapan dengan hukum, anak, dan narkotika di pengadilan negeri.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 7 Menit
Foto ilustrasi: BAS
Foto ilustrasi: BAS

Dalam praktik, tak semua perkara pidana berujung hukuman penjara. Hal ini disebabkan adanya konsep restorative justice (keadilan restoratif) sebagai mekanisme penyelesaian di luar pengadilan berdasarkan prinsip keadilan. Penerapan konsep keadilan restoratif ini tak melulu berorientasi pada hukuman pidana, tapi mengarah pada penyelarasan kepentingan pemulihan korban dan pertanggungjawaban pelaku tindak pidana.

Pengaturan keadilan restoratif selama ini diatur SE Kapolri No. SE/8/VII/2018 Tahun 2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) dalam Penyelesaian Perkara Pidana; Peraturan Kapolri No. 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana; dan Peraturan Kejaksaan No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Disusul terbitnya Keputusan Dirjen Badan Peradilan Umum MA RI No. 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 tentang Pemberlakuan Pedoman Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) pada 22 Desember 2020. Beleid yang diteken Dirjen Badilum MA Prim Haryadi ini mengatur penerapan keadilan restoratif hanya dalam lingkup perkara tindak pidana ringan, perkara anak, perkara perempuan yang berhadapan dengan hukum, dan perkara narkotika.

“Memerintahkan kepada seluruh hakim pengadilan negeri untuk melaksanakan pedoman penerapan keadilan restoratif secara tertib dan bertanggung jawab. Ketua Pengadilan Tinggi wajib melakukan pengawasan, monitoring, dan evaluasi, serta melaporkan pelaksanaan keadilan restoratif di wilayah hukum Pengadilan Tinggi yang bersangkutan,” demikian bunyi poin kedua dan ketiga Keputusan Dirjen Badilum MA No. 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 ini. (Baca Juga: Penghentian Penuntutan Demi Restorative Justice Perlu Masuk RUU Kejaksaan)

Dalam lampiran Keputusan ini disebutkan keadilan restoratif, dalam penyelesaian perkara dapat dijadikan instrumen pemulihan keadilan dan sudah dilaksanakan oleh MA dalam bentuk pemberlakuan kebijakan (Perma dan SEMA). Tapi, selama ini pelaksanaan dalam sistem peradilan pidana masih belum optimal.

Perma dan dan SEMA yang dimaksud yakni Perma No. 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP; Perma No. 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak; Perma No. 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum; SEMA No. 4 Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial; SE Ketua MA No. 3 Tahun 2011 tentang Penempatan Korban Penyalahgunaan Narkotika di Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial. 

Selain itu, Surat Keputusan Bersama Ketua MA, Jaksa Agung, Kapolri, Menkumham, Menteri Sosial, dan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 166A/KMA/SKB/X11/2009, 148 A/A/JA/12/2009, B/45/X11/2009, M.HH-08 HM.03.02 Tahun 2009, 10/PRS-s/KPTS/2009, 02/Men.PP dan PA/XII/2009 tentang Penanganan Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum.

Tags:

Berita Terkait