Masyarakat Sipil Kawal RUU PRT Masuk Prolegnas Prioritas 2021
Berita

Masyarakat Sipil Kawal RUU PRT Masuk Prolegnas Prioritas 2021

Selama ini ketentuan yang mengatur tentang PRT tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan dan peraturan tingkat daerah. Ketentuan yang ada dianggap belum tegas memberi perlindungan terhadap PRT.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Sejumlah organisasi masyarakat sipil terus mendorong pemerintah dan DPR untuk memasukkan RUU Pekerja Rumah Tangga (PRT) dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021. Perwakilan Jaringan Nasional Advokasi PRT (Jala PRT), Oom Umiyati, menyebut RUU PRT beberapa kali masuk dalam prolegnas, tapi pembahasannya mandek dan tak kunjung disahkan.

Menurutnya, RUU PRT sangat penting bagi PRT yang selama ini posisinya rentan karena bekerja di ranah privat yang cenderung tertutup dari pantauan. “Kami mendesak pemerintah dan DPR segera memasukkan RUU PRT dalam prolegnas prioritas 2021, segera dibahas dan disahkan,” kata Umiyati dalam konferensi pers secara daring, Rabu (13/1/2021). (Baca Juga: Empat RUU Ini Mandek, Kemajuan HAM Dinilai Belum Substantif)

Tuntutan yang sama disampaikan perwakilan Persatuan PRT Indonesia Migran (Pertimig) di Malaysia, Binti Rosidah. Baginya, UU PRT juga akan mendorong perbaikan tata kelola pelindungan buruh migran Indonesia yang bekerja di luar negeri mengingat sebagian besar bekerja sebagai PRT.

Menurutnya, tanpa ketentuan yang tegas melindungi PRT, nasib PRT di dalam dan di luar negeri kondisinya rentan mengalami kekerasan dan pelangggaran lain. “UU PRT dapat mendorong pelindungan yang lebih baik bagi PRT baik di dalam dan luar negeri. UU PRT dapat dijadikan alat untuk pemerintah Indonesia mendorong negara penempatan untuk benar-benar melindungi PRT migran,” kata dia.

Komisioner Ombudsman sekaligus anggota Maju Perempuan Indonesia (MPI), Ninik Rahayu, berpendapat politik hukum perlindungan PRT dapat dilakukan lebih cepat karena pemerintah sudah memiliki berbagai instrumen yang cukup. Misalnya, konstitusi menjamin setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Berhak bekerja dan mendapat imbalan serta perlakuan yang adil. Kendati demikian, amanat konstitusi itu belum dilaksanakan dengan baik karena UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan belum mengakui dan melindungi hak-hak PRT.

Ninik mencatat 84 persen PRT merupakan perempuan dan 14 persen pekerja anak. PRT bekerja di ranah privat (domestik) tanpa perlindungan memadai. “PRT rentan mengalami eksploitasi karena area kerja PRT bersifat privat, kadang terisolasi, dan rentan mengalami penyiksaan,” kata mantan Komisioner Komnas Perempuan itu.

Menurut Ninik, selama ini hubungan kerja PRT (dengan majikan, red) tidak tertulis dalam bentuk perjanjian kerja. Hal ini membuat PRT rentan soal waktu kerja, upah, jaminan kesehatan dan sosial. Pola relasi kerja yang ada selama ini tidak memberi perlindungan yang baik. Ninik melihat RUU PRT masuk dalam draft prolegnas prioritas 2021. Karena itu, dia mendesak semua pihak untuk mengawal agar RUU PRT masuk Prolegnas Prioritas 2021 dan segera ditetapkan menjadi UU.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait