Beberapa Kaidah Hukum Penting Terkait Sengketa Jasa Penerbangan

Beberapa Kaidah Hukum Penting Terkait Sengketa Jasa Penerbangan

Para pihak yang bersengketa perlu mencermati akurasi identitas karena berkaitan dengan siapa yang berhak mewakili perseroan dan siapa yang punya legal standing mengajukan gugatan.
Beberapa Kaidah Hukum Penting Terkait Sengketa Jasa Penerbangan

Kabar duka kembali menyelimuti dunia penerbangan Indonesia. Pada 9 Januari lalu, pesawat Sriwijaya Air jenis Boeing 737-500 jatuh di perairan Kepulauan Seribu sehingga menewaskan seluruh penumpang dan awak pesawat. Kecelakaan ini menambah daftar kecelakaan yang menimpa pesawat pengangkutan udara sipil. 

Organisasi penerbangan sipil internasional, ICAO, mencatat tren kenaikan angka kecelakaan per tahun. Tahun 2016 terjadi 75 kali kecelakaan; naik menjadi 88 pada tahun berikutnya. Lalu, pada 2018 naik lagi menjadi 98; dan kembali naik menjadi 114 pada tahun 2019. Itu sebabnya, ICAO mengingatkan kembali pentingnya keselamatan penerbangan. 

Kecelakaan sebenarnya bukan satu-satunya isu yang berkaitan dengan keselamatan. Perusahaan maskapai juga penting menjalankan tata kelola yang baik, dan memberikan pelayanan kepada penumpang, karyawan, dan pihak lain yang menjalin hubungan hukum. Tulisan ini ingin mengetengahkan beberapa contoh kaidah hukum yang terbentuk dari sengketa terkait jasa penerbangan, dan penting diketahui terutama oleh mereka yang berkecimpung di dunia hukum. Contoh-contoh yang diberikan belum merepresentasikan seluruh perkara yang melibatkan jasa penerbangan, dan kaidah hukumnya merujuk pada salinan putusan yang berhasil dirujuk Hukumonline.   

1. Alasan mengenai keterlambatan pesawat tidak dapat dibenarkan
Seorang advokat di Banjarmasin Kalimantan Selatan mengajukan gugatan terhadap Pimpinan PT Metro Batavia (Tergugat I) dan Kepala Perwakilan Batavia Air Banjarmasin (Tergugat II). Penyebabnya, delay keberangkatan lebih kurang 10 jam dalam rangka perjalanan Banjarmasin menuju Surabaya. Sang advokat meminta agar honorarium advokat yang seharusnya dia peroleh ketika bertemu klien di tempat tujuan sebesar 250 juta rupiah, plus kerugian moril sebesar 500 juta rupiah. Penggugat mengklaim dia kehilangan honorarium dari klien karena keterlambatan keberangkatan pesawat ke Surabaya.

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional