Mengulas Perbedaan Wanprestasi dan Penipuan
Berita

Mengulas Perbedaan Wanprestasi dan Penipuan

Jika ada kontrak yang sudah dibuat dengan itikad baik, maka pelanggaran Pasal 1321 sampai 1328 KUHPerdata harus diselesaikan secara gugatan perdata, bukan pidana. Tapi, penipuan dalam perjanjian hanya diatur dalam Pasal 1328 KUHPerdata.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 3 Menit
Sejumlah narasumber dalam webinar bertajuk 'Pengadilan Membedakan Wanprestasi dan Penipuan, Bagaimana Pelaksanaannya?', Rabu (27/1). Foto: RES
Sejumlah narasumber dalam webinar bertajuk 'Pengadilan Membedakan Wanprestasi dan Penipuan, Bagaimana Pelaksanaannya?', Rabu (27/1). Foto: RES

Dalam praktik peradilan, bila terjadi wanprestasi (cidera janji) dalam ranah hukum perdata tak jarang diseret-seret ke ranah kasus pidana penipuan. Celakanya, ada penegak hukum yang memproses model kasus seperti ini hingga ke pengadilan. Praktiknya masih terdapat pandangan berbeda mengenai penegakan hukum perkara wanprestasi dan penipuan seperti termuat dalam beberapa putusan pengadilan (yurisprudensi). Untuk itu, diperlukan pemahaman yang baik untuk membedakan wanprestasi dan penipuan.

Wakil Ketua Indonesia Corporate Counsel Association (ICCA), Erlangga Gaffar mengatakan tak jarang perkara pidana dan perdata saling beririsan objeknya. Berdasarkan pengalamannya di kalangan in house lawyer tak jarang sengketa perdata yang berproses berujung pada perbuatan pidana.

“Salah satu yang terjadi adalah tuduhan wanprestasi berujung laporan penipuan atau penggelapan,” kata Erlangga dalam webinar bertajuk “Pengadilan Membedakan Wanprestasi dan Penipuan, Bagaimana Pelaksanaannya?”, Rabu (27/1/2021). (Baca Juga: Cara Jitu Memahami Wanprestasi dan Penipuan)

Erlangga mengatakan hal yang umum terjadi, antara lain dalam hal pemutusan perjanjian, perjanjian tidak diperpanjang, pembayaran yang tak sesuai, tender dan lain-lain. Asal mula perkaranya proses perdata, tapi salah satu pihak bisa menyeret ke perkara penipuan, penggelapan, dan pencemaran nama baik.

Lalu, bagaimana yang seharusnya dilakukan? Erlangga mengingatkan perlu mengecek kasus per kasus yang awalnya berdasarkan perjanjian. Lalu, diskusikan di internal perusahaan tersebut. Selanjutnya, harus melakukan mitigasi risiko agar tidak dtarik-tarik ke perkara pidana.  

Mitigasi risiko ini, kata dia, harus mempersiapkan dokumen, seperti arsip, email, korespondensi, dan klausul terminasi perjanjian yang jelas. Namun, ia mengingatkan, meski fleksibilitas berkontrak selalu dibutuhkan, perusahaan jangan sampai lalai memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak jika ada kesepakatan pemutusan kontrak secara sepihak. 

“Diperlukan adanya itikad baik. Itikad baik ini harus dilakukan sejak awal. Ketika dari awal sudah ada itikad baik, unsur-unsur penipuan dan penggelapan seharusnya sudah aman dan keadilanlah yang akan diperoleh,” kata dia.

Tags:

Berita Terkait