Ada Relasi Penanganan Covid-19 dan Korupsi
Berita

Ada Relasi Penanganan Covid-19 dan Korupsi

Skor IPK Indonesia menurun tiga peringkat setara Gambia.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 5 Menit
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ilustrasi foto: RES
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ilustrasi foto: RES

Indeks Persepsi Korupsi (IPK) atau Corruption Perceptions Index (CPI) Indonesia untuk 2020 turun jauh dibanding angka pada 2019. Skor IPK untuk Indonesia pada 2020 adalah 37, sedangkan tahun sebelumnya pada angka 40. Dengan skor 37, Indonesia berada di urutan ke-102 dari 180 negara dan posisi Indonesia tercatat pada peringkat yang sama dengan Gambia.

Peringkat teratas ditempati Denmark dan Selandia Baru dengan 88 poin. Di sisi lain, Somalia dan Sudan Selatan menjadi negara terbawah dengan 12 poin. Untuk di tingkat ASEAN, posisi pertama dengan IPK tertinggi adalah Singapura dengan angka 85; diikuti oleh Brunei Darussalam di angka 60; Malaysia di angka 51; Timor Leste di angka 40; lalu Indonesia di angka 37.

“CPI Indonesia tahun 2020 ini kita berada pada skor 37 dengan ranking 102 dan skor ini turun tiga poin dari tahun 2019 lalu. Jika tahun 2019 lalu kita berada pada skor 40 dan rangking 85, ini 2020 berada diskor 37 dan rangking 102," kata Peneliti TII Wawan Suyatmiko, dalam Peluncuran Indeks Persepsi Korupsi 2020 yang disiarkan secara virtual, Kamis (28/1).

Ada 9 sumber data yang digunakan oleh TII untuk menilai IPK Indonesia ada di angka 37. Pertama, Political Risk Service (Korupsi yang ditemui langsung oleh bisnis adalah korupsi keuangan dalam bentuk tuntutan pembayaran khusus dan suap terkait layanan publik).  Kedua, IMD World Competitiveness Yearbook (suap dan korupsi ada atau tidak ada). Ketiga, World Justice Project–Rule of Law Index (sejauh mana pejabat publik yang menyalahgunakan posisinya dituntut atau dihukum, sejauh mana pemerintah mengatasi korupsi).

Keempat, Global Insight Country Risk Ratings (risiko individu/perusahaan dalam menghadapi praktik korupsi dan suap untuk menjalankan bisnis). Kelima, Bertelsmann Foundation Transformation Index (pemberian hukuman pada pejabat publik yang menyalahgunakan kewenangan dan pemerintah mengendalikan korupsi). Keenam, Economist Intelligence Unit Country Ratings (prosedur yang jelas dan akuntabilitas dana publik, penyalahgunaan pada sumber daya publik, profesionalisme aparatur sipil, audit independen),

Ketujuh, PERC Asia Risk Guide (Bagaimana menilai masalah korupsi di negara anda bekerja). Kedelapan, Varieties of Democracy (kedalaman korupsi politik, korupsi politik di eksekutif, legislatif dan yudikatif. Kesembilan, korupsi di birokrasi, korupsi besar dan kecil yang mempengaruhi kebijakan publik), World Economic Forum EOS (suap dan pembayaran ekstra pada impor-ekspor, pelayanan publik, pembayaran pajak tahunan, kontrak perizinan dan putusan pengadilan).

Dari 9 indikator data tersebut, secara garis besar, ekonomi dan investasi mengalami stagnasi dari tahun 2019. Sementara ada peningkatan di sektor penegakan hukum. Lalu indikator terkait politik dan demokrasi mengalami penurunan skor. “Hal ini berarti sektor politik masih rentan terhadap kejadian korupsi,” ujar Wawan.

Tags:

Berita Terkait