Saran-Kritik terhadap RPP Penggunaan TKA
Kolom

Saran-Kritik terhadap RPP Penggunaan TKA

​​​​​​​Perlu dilakukan restrukturisasi kembali ketentuan mengenai TKA dalam RPP Penggunaan TKA.

Bacaan 7 Menit
Umar Kasim. Foto: Istimewa
Umar Kasim. Foto: Istimewa

Salah satu peraturan pelaksanaan yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) adalah draf Peraturan Pemerintah mengenai Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPP Penggunaan TKA) yang saat ini rancangannya sudah “tayang” dalam “Portal Resmi UU Cipta Kerja”. Sayangnya dalam portal dimaksud sepertinya sudah tidak ada “kolom” yang dapat diisi untuk memberikan pendapat dan saran. Oleh karena itu melalui artikel ini Penulis berharap dapat diakses oleh pihak-pihak yang terkait, khususnya tim dari Kemenko Perekonomian dan Kementerian Ketenagakerjaan. Selain itu, artikel ini juga diharapkan menjadi bahan diskusi bagi rekan-rekan notaris, konsultan hukum, HR atau lawyer dan pihak-pihak terkait lainnya yang berkepentingan dengan tenaga kerja asing (TKA).

Dalam RPP Penggunaan TKA, (antara lain) mengatur berbagai jenis dan karakteristik TKA, baik TKA dalam hubungan kerja (DHK) maupun TKA di luar hubungan kerja (LHK). Dalam kaitan ini, pertanyaannya: apakah TKA di luar hubungan kerja juga menjadi coverage dan perlu diatur dalam RPP Penggunaan TKA ini? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, tentu perlu kajian dan analisis terkait legal aspect-nya.

Analisis

Dalam UU Ciptaker khususnya Pasal 81 butir 4 mengenai perubahan Pasal 42 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU 13/2003), dinyatakan adanya pengecualian bagi Pemberi Kerja TKA (yang sehari-hari disebut “sponsor”) dari kewajiban memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) dalam hal -sponsor- akan menggunakan TKA pada jabatan (anggota) Direksi atau (anggota Dewan) Komisaris bilamana memenuhi syarat kepemilikan saham tertentu, atau sebagai pemegang saham sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Maksudnya, apabila seorang TKA yang (akan) ditempatkan pada perusahaan sponsor untuk jabatan anggota Direksi (Board of Director – BoD) atau anggota Dewan Komisaris (Board of Commissioner – BoC), maka perusahaan sponsor tidak perlu memiliki RPTKA sepanjang TKA yang bersangkutan adalah sebagai pemilik (direct placement - owner) dari perusahaan -sponsor- dimaksud, atau TKA tersebut merupakan pemegang saham (privat placement) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dalam hal ini UU Perseroan Terbatas – PT.

Dengan demikian, dalam UU Ciptaker ini, ada dua klasifikasi TKA (dalam jajaran organ PT) yang dapat menduduki jabatan BoD atau BoC dan membebaskan sponsor untuk memiliki RPTKA, yakni: TKA sebagai anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris dengan nilai kepemilikan saham tertentu (specified shareholder), dan TKA sebagai anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang merupakan pemegang saham pada umumnya (general-stockholders).

Permasalahannya, bagaimana dengan anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris lainnya yang sama sekali bukan pemegang saham, tetapi pure profesional yang diangkat oleh rapat umum pemegang saham – RUPS untuk menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris pada perusahaan sponsor dimaksud.

Selain itu, bagiamana dengan anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris lainnya yang juga bukan pemegang saham, akan tetapi merupakan kuasa pemegang saham dari suatu holding company, sister-bother company atau subsidiary suatu perusahaan group yang terafiliasi (dalam multy national corporation – MNC atau trans national company – TNC). Demikian juga, bagaimana dengan anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang berasal dari “karyawan” dalam hubungan kerja di perusahaan afiliasinya di luar negeri (dari sister company/subsidiary atau holding-nya) yang pada intinya bukan sebagai pemilik modal (indirect ownership) tetapi status hukumnya di perusahaan sponsor bertindak untuk dan atas nama serta mewakili pemegang saham perusahaan (shareholders by corporation).

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait