Tantangan Penegakan Hukum Anti-Monopoli Era Ekonomi Digital
Berita

Tantangan Penegakan Hukum Anti-Monopoli Era Ekonomi Digital

Peralihan ekonomi digital ini perlu ikuti perubahan regulasi untuk mengawasi pelaku usaha, khususnya dari sisi anti-monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Oleh:
Mochammad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Foto: RES
Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Foto: RES

Perkembangan ekonomi digital Indonesia meningkat pesat dalam sedekade akhir. Kondisi tersebut mengubah perilaku transaksi masyarakat dari tatap muka langsung (offline) menjadi online. Industri digital juga semakin menjamur pada berbagai jenis usaha seperti e-commerce hingga fintech. Pelaku industrinya tidak hanya domestik tapi juga asing ikut meramaikan pasar ekonomi digital Indonesia.

Peralihan ekonomi digital ini perlu ikuti perubahan regulasi untuk mengawasi pelaku usaha, khususnya dari sisi anti-monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Kodrat Wibowo menyampaikan ekonomi digital memaksa otoritas beradaptasi dalam pengawasannya karena perdagangan secara online menggunakan teknologi informasi dalam berkomunikasi dan transaksinya sehingga tidak mudah terawasi.

”Terkait bisnis internet dan tantangan penegakan hukum pada online platform, hukum persaingan makin kasat mata karena perilakunya tersembunyi seperti penggunaan bigdata, teknologi algoritma sehingga kppu akan lebih sulit menemukan secara sah dari kacamata hukum perilaku itu melanggar,” jelas Kodrat, Selasa (16/2).

Dari sisi pembuktian juga mengalami perubahan dalam penegakan hukum anti-monopoli dan persaingan usaha. Kodrat menjelaskan negara seperti Cina sudah tidak lagi defenisi pasar dalam konteks ekonomi digital. Hal ini mengingat semakin luas dan tidak ada batasan wilayah konsumen ekonomi digital tersebut.

Menurut Kodrat, cara pandang penegakan hukum Indonesia juga harus berubah namun kondisi tersebut akan menimbulkan perdebatan.

“Yang menarik dari tiongkok, terkait defenisi pasar, dalam hukum persaingan usaha tidak ada pelanggaran tanpa defenisi pasar, perilaku antisipasi persaingan bisa langsung ditetapkan tanpa defenisi pasar, ini akan didebat karena dianggap keluar dari pakem. Sebenarnya ini bukan hal baru di negara AS adopsi pendeteksian pelanggaran tanpa defenisi pasar sudah dimulai,” jelas Kodrat. (Baca: Didenda Rp1 Miliar oleh KPPU, Perusahaan BUMN Ini Ajukan Keberatan)

Selain itu, dia juga menjelaskan mengenai posisi dominan dalam hukum persaingan usaha. Sebab, posisi dominan dipahami hanya berhubungan dengan merger dan akuisisi atau peralihan kepemilikan saham. Padahal, posisi dominan dalam ekonomi digital dapat berhubungan dengan pembinaan bersama spektrum atau frekuensi.

Tags:

Berita Terkait