Urgensi Terhadap RUU Pengadilan Hubungan Industrial
Kolom

Urgensi Terhadap RUU Pengadilan Hubungan Industrial

Menjadi terobosan yang tepat apabila Pengadilan Hubungan Industrial diatur tersendiri dalam undang-undang.

Bacaan 5 Menit
Johan Imanuel. Foto: istimewa
Johan Imanuel. Foto: istimewa

DPR RI akhirnya merilis Daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2021. Tercatat ada 33 Draft Rancangaan Undang-Undang (RUU) dan 5 RUU Kumulatif Terbuka. Salah satu RUU yang akan diprioritaskan adalah Rancangan Undang-Undang tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Palembang, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Banjarmasin, dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Manado. Hal tersebut patut diapresiasi demi menjunjung tinggi asas peradilan yaitu sederhana, cepat dan biaya ringan.

Namun demikian, ada ide lainnya dalam perkembangan pengadilan salah satunya terkait pengadilan hubungan industrial. Saat ini bahwa dalam undang-undang terkait hubungan industrial, Indonesia telah memiliki tiga dasar hukum yaitu, Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Tentang Pengadilan Hubungan Industrial

Adapun mengenai Pengadilan Hubungan Industrial saat ini diatur dalam BAB III Pengadilan Hubungan Industrial dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI), khususnya pada Pasal 55 sampai dengan Pasal 80.

Pengadilan Hubungan Industrial ini merupakan pengadilan khusus. Hanya saja kedudukannya saat ini masih berada di dalam Pengadilan Negeri. Hal ini sesuai Pasal 59 UU PPHI yang menyebutkan, “...Pengadilan Hubungan Industrial pada setiap Pengadilan Negeri Kabupaten/Kota yang berada di setiap Ibukota Propinsi yang daerah hukumnya meliputi propinsi yang bersangkutan....”. Hal ini dapat ditafsirkan apabila ada perselisihan hubungan industrial yang timbul di suatu kabupaten namun belum ada Pengadilan Hubungan Industrial otomatis pihak yang berperkara wajib menyelesaikan di Pengadilan Negeri tingkat Provinsi.

Bayangkan apabila jarak antara lokasi para pihak yang berperkara dalam perselisihan hubungan industrial dengan Pengadilan Hubungan Industrial misalkan dari kabupaten ke provinsi sesungguhnya hal ini nyata menjadi hambatan dalam asas pengadilan sederhana, cepat dan ringan.

Dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman (UU Kekuasaan Kehakiman), dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (4) menyebutkan, “...Yang dimaksud dengan “sederhana” adalah pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan dengan cara efesien dan efektif. Yang dimaksud dengan “biaya ringan” adalah biaya perkara yang dapat dijangkau oleh masyarakat...”. Jika memperhatikan penjelasan pasal tersebut maka tingkat efisien dari kedudukan Pengadilan Hubungan Industrial tentu menjadi permasalahan serius.

Atas dasar itu, diperlukan terobosan dalam menghadapi hambatan tersebut tidak saja demi pelaksanaan asas peradilan yang ditegaskan dalam UU Kekuasaan Kehakiman tetapi juga sebagai solusi bagi para pihak yang berperkara di masa pandemi Covid-19 yang saat ini tidak menentu kapan akan berakhir.

Tags:

Berita Terkait