Melihat Potensi Penyelesaian Sengketa Arbitrase Secara Elektronik di Indonesia
Utama

Melihat Potensi Penyelesaian Sengketa Arbitrase Secara Elektronik di Indonesia

Dalam masa pandemi Covid-19, Indonesia sudah menerapkan persidangan secara elektronik.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 5 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) saat ini tengah membangun sistem penyelesaian sengketa secara online antar lintas batas yang disebut dengan Online Dispute Resolution (ODR). Sistem APEC ODR ini mengadopsi United Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL), di mana kerja UNCITRAL pada isu ODR adalah dalam rangka mengantisipasi peningkatan transaksi perdagangan lintas batas yang diiringi dengan peningkatan kasus perselisihan dagang.

UNCITRAL memfinalisasi instrumen ODR pada Juli 2016 sebagai referensi praktik terbaik dalam membangun Platform ODR. Asisten Deputi Kerja Sama Ekonomi Regional dan Sub Regional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Netty Muharni, mengatakan bahwa penyelenggaraan ODR membutuhkan jasa penyedia platform (ODR Provider) atau jasa intermediary yang menawarkan aplikasi sebagai wadah komunikasi, hearing maupun ‘pertemuan’ seluruh pihak pada semua tahapan dalam menyelesaikan sengketa. Platform tersebut harus memenuhi kriteria tertentu yang telah ditentukan, terutama terkait keamanan, integritas dan fraud detection and prevention.

Netty melanjutkan bahwa penyelenggaraan ODR perlu dilakukan mengingat meningkatnya kasus perselisihan dagang lintas batas yang tidak terselesaikan. Misalnya, pada sengketa dagang lintas batas, proses litigasi tradisional tidak hanya lambat, namun juga bermasalah dalam hal pilihan hukum dan sulitnya untuk eksekusi hasil keputusan yang telah berkekuatan hukum.

Selama ini, proses penyelesaian sengketa lintas batas antar business to business (B to B) kerap diselesaikan lewat mekanisme arbitrase. Arbitrase In-person adalah alternatif penyelesaian sengketa yang umum digunakan dalam menyelesaikan cross-border dispute, namun berbiaya tinggi dan cenderung lambat.

Namun seiring majunya teknologi, perdagangan lintas batas melibatkan jenis usaha UMKM lewat pasar digital. Hal ini pun menjadi tantangan tersendiri bagi APEC dalam penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa yang cepat dan mudah merupakan faktor penting bagi UMKM, mengingat terbatasnya sumber daya apabila menunggu proses dan hasil keputusan pengadilan yang cenderung lambat.

“Jadi ODR ini bertujuan untuk membantu UMKM. Ini yang dibantu oleh APEC dengan ODR untuk UMKM jelas butuh biaya banyak, dengan ODR bisa dengan biaya kecil dan minim terutama untuk kasus antar lintas negara yang jauh,” katanya dalam acara FGD Jaring Masukan Posisi Indonesia pada Agenda APEC ODR's, Selasa (23/2).

Wakil Ketua Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), Huala Adolf, menjelaskan bahwa penyelesaian sengketa arbitrase diperbolehkan menggunakan sarana elektronik, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Tags:

Berita Terkait