Indonesia dan Konvensi Apostille
Kolom

Indonesia dan Konvensi Apostille

Terdapat sejumlah manfaat yang akan diperoleh oleh Indonesia apabila mengaksesi konvensi ini.

Bacaan 5 Menit
Mutiara Hikmah. Foto: Istimewa
Mutiara Hikmah. Foto: Istimewa

Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional tidak terlepas dari keikutsertaan dalam perjanjian-perjanjian internasional dengan negara-negara lain di dunia. Sebagai kabar gembiranya, pada 5 Januari 2021 lalu, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2021 tentang Pengesahan Convention Abolishing The Requirement of Legalisation for Foreign Public Documents/Konvensi Apostille.

Ini merupakan kabar baik bagi perkembangan bidang Hukum Perdata Internasional, karena pengesahan terhadap konvensi ini tidak hanya memberikan manfaat dan kegunaan bagi para pelaku dan pemerhati bidang hukum tersebut, namun pengaruhnya akan berimbas kepada masyarakat Indonesia dan masyarakat Internasional, terutama yang berhubungan dengan pengesahan dokumen-dokumen dari luar negeri.

Konvensi ini lahir pada 5 Oktober 1961 di Den Haag. Convention Abolishing The Requirement of Legalisation For Foreign Public Documents 1961 (Sudargo Gautama, “Indonesia dan Konvensi-konvensi Hukum Perdata Internasional”, edisi ketiga, cetakan pertama, Bandung: Penerbit PT. Alumni, 2002. Hal. 63).Pada 23 Juni 2020, konvensi ini telah ditandatangani oleh 12 negara, diratifikasi dan diaksesi oleh 116 negara.

Konvensi ini bertujuan untuk menghapuskan syarat-syarat adanya legalisasi diplomatik atau konsuler dari dokumen-dokumen luar negeri yang bersifat dokumen publik. Yang menjadi latar belakang pembentukan konvensi ini antara lain; berkembangnya hubungan antar warga negara, termasuk hubungan hukum yang bersifat perdata; tak jarang hubungan hukum tersebut memerlukan atau didasari oleh adanya dokumen-dokumen yang bersifat publik; dalam praktik negara-negara, dokumen-dokumen publik yang berasal dari luar negeri harus dilegalisasi terlebih dahulu agar dapat digunakan di wilayah hukumnya.

Dalam Pasal 1 konvensi, dirumuskan tentang apa saja yang termasuk dalam kategori dokumen publik, antara  lain:

  1. Dokumen-dokumen yang berasal dari suatu instansi atau pejabat yang mempunyai hubungan dengan pengadilan-pengadilan badan-badan peradilan dari suatu negara;
  2. Dokumen-dokumen administratif;
  3. Akte-akte Notaris;
  4. Sertifikat-sertifikat resmi yang ditempelkan atas dokumen-dokumen yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.

Pasal 2 konvensi mengatur bahwa dokumen-dokumen yang termasuk dalam Pasal 1 tidak memerlukan syarat legalisasi dan formalitas satu-satunya adalah agar dibuatkan suatu apostille atas dokumen itu sendiri. Ditentukan bahwa caranya adalah dengan catatan stempel atas dokumen itu atau atas suatu slip kertas yang dinamakan Apostille. Apakah artinya apostille tersebut, antara lain ada beberapa pengertian? 1) Otentifikasi terhadap tanda tangan yang tertera pada dokumen yang diotentifikasi; 2) Otentifikasi terhadap kapasitas pribadi penandatangan dan stempel (jika ada); 3) memastikan sumber negaraasal dokumen public asing; dan 4) Tidak menjamin kebenaran substansi dari  dokumen yang diapostille.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait