Wamenkumham: Pemerintah Bersungguh-sungguh Mau Merevisi UU ITE
Utama

Wamenkumham: Pemerintah Bersungguh-sungguh Mau Merevisi UU ITE

Karena ada beberapa pasal yang multitafsir dan kontroversial yang penerapannya menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Wakil Menteri Hukum dan HAM, Prof Edward Omar Sharif Hiariej. Foto: RES
Wakil Menteri Hukum dan HAM, Prof Edward Omar Sharif Hiariej. Foto: RES

Sinyal yang disampaikan Presiden Joko Widodo untuk merevisi UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan UU No.19 tahun 2016 (UU ITE) mendapat respon positif dari berbagai elemen masyarakat, termasuk kalangan advokat. Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi), Otto Hasibuan, mengapresiasi sikap tegas Presiden Jokowi yang memberi arahan untuk merevisi UU ITE.

Sebab, arahan itu telah ditindaklanjuti Menkopolhukam dengan membentuk Tim Kajian terhadap UU ITE dan Kapolri juga telah menerbitkan Surat Edaran Kapolri bernomor SE/2/II/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif. Meski rencana revisi UU ITE itu tidak masuk program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2021, tetapi prolegnas tahunan ini bisa dievaluasi.   

Otto berharap SE Kapolri itu sementara bisa memberi pedoman bagi aparat dalam menangani perkara UU ITE. Mengutip hasil survei yang diterbitkan salah satu media cetak nasional terkait rencana revisi UU ITE, Otto mengatakan intinya masyarakat mendukung revisi tersebut. Otto juga menilai UU ITE layak direvisi jika memang tidak mampu memberikan keadilan bagi masyarakat.

Menurut Otto, UU ITE sangat penting untuk mengatur penggunaan teknologi informasi yang perkembangannya sangat pesat. Tapi dalam praktiknya ada beberapa pasal karet dalam UU ITE yang berpotensi menimbulkan multitafsir dan disalahgunakan penyidik. Misalnya, Pasal 27 dan Pasal 28 UU ITE. Jika UU ITE tak segera direvisi, Otto khawatir ketentuan yang multitafsir itu terus memakan korban.

“Saya mendukung UU ITE ini direvisi,” kata Otto Hasibuan dalam webinar bertema “Revisi UU ITE”, Rabu (10/3/2021). (Baca Juga: Sejumlah Alasan UU ITE Perlu Diubah Secara Total) 

Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Prof Edward Omar Sharif Hiariej, mengakui ada pasal yang memunculkan kontroversi dalam penerapannya, seperti Pasal 27, 28 dan 29 UU ITE. Beberapa pasal tersebut sifatnya sangat umum dan tidak memberi konteks yang jelas. Misalnya, penghinaan dan pencemaran nama baik dalam Pasal 27 UU ITE diatur sangat umum. Padahal dalam KUHP (sebagai UU induknya, red) mengatur penghinaan ada 6 jenis, seperti menista, fitnah, penghinaan ringan, dan menuduh secara memfitnah.

Akibatnya, pelaksanaan Pasal 27 ini multitafsir dan pelaksanaannya tidak sama tergantung interpretasi penyidik. Pasal 28 UU ITE mengatur tentang penyebaran kebencian, Edward mengatakan dalam KUHP pasal tersebut masuk kategori kejahatan terhadap ketertiban umum sebagaimana diatur Pasal 154-157 KUHP. Padahal Pasal 154 dan 155 KUHP ini sudah dibatalkan MK. Tapi sayangnya dalam putusan MK yang lain Pasal 28 UU ITE tidak ikut dicabut atau diubah.

Tags:

Berita Terkait