Penjelasan KLHK Soal Penghapusan Limbah Batubara dari Kategori Berbahaya
Berita

Penjelasan KLHK Soal Penghapusan Limbah Batubara dari Kategori Berbahaya

Walaupun dinyatakan sebagai Limbah non-B3, namun penghasil limbah nonB3 tetap memiliki kewajiban untuk memenuhi standar dan persyaratan teknis yang ditetapkan dan tercantum dalam persetujuan dokumen lingkungan.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Seiring waktu muatan aturan pelaksana Undang-undang 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja mulai terungkap ke publik. Baru-baru ini, ramai kritik dari masyarakat mengenai dikeluarkannya limbah batubara fly ash dan bottom ash (FABA) dari kategori bahan berbahaya dan beracun (B3). Ketentuan tersebut tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan. 

Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal PSLB3, Rosa Vivien Ratnawati menyampaikan bahwa material FABA yang menjadi limbah non-B3 hanya dari proses pembakaran batubara di luar fasilitas stoker boiler dan/atau tungku industri, seperti antara lain PLTU yang menggunakan sistem pembakaran pulverized coal (PC) atau chain grate stoker. Sedangkan dari fasilitas stoker boiler dan/atau tungku industri, tetap kategori limbah B3 yaitu Fly Ash kode limbah B409 dan Bottom Ash kode limbah B410.

“Walaupun dinyatakan sebagai Limbah non-B3, namun penghasil limbah nonB3 tetap memiliki kewajiban untuk memenuhi standar dan persyaratan teknis yang ditetapkan dan tercantum dalam persetujuan dokumen lingkungan,” jelas Vivien, Jumat (12/3).

Lebih lanjut disampaikan bahwa dalam PP 22/2021 telah diatur bahwa pengelolaan limbah harus melaksanakan prinsip kehati-hatian atau precautionary principle oleh penghasil atau jasa pengolah atas seluruh jenis limbah baik limbah kategori limbah B3 ataupun limbah nonB3. Prinsip tersebut meliputi upaya pengurangan limbah atau waste minimization, pengelolaan dari mulai dihasilkan hingga ditimbun atau from cradle to grave, pengelolaan dengan prinsip ekonomi sirkular atau from cradle to cradle, penghasil bertanggungjawab atas pencemaran atau polluter pay, kedekatan pengelolaan limbah dengan lokasi pengolahan atau proximity dan pengelolaan berwawasan lingkungan atau environmentally sound management.

"Dalam PP 22/2021, pengelolaan limbah B3 dilaksanakan berdasarkan Persetujuan Teknis (Pertek) dan dilengkapi dengan Surat Layak Operasional (SLO), dan pengelolaan limbah nonB3 persyaratan dan standar pengelolaannya tercantum dalam persetujuan dokumen lingkungan," terang Vivien. (Baca: 4 Masalah yang Dihadapi Penyidik Kasus Lingkungan Hidup)

Selanjutnya, material FABA yang dihasilkan dari proses pembakaran batubara pada fasilitas stoker boiler dan/atau tungku industri tetap dikategorikan sebagai limbah B3. Sedangkan FABA dari proses pembakaran di luar jenis itu, seperti di PLTU yang menggunakan sistem pembakaran pulverized coal (PC) atau chain grate stoker tidak lagi dikategorikan sebagai limbah B3 dengan beberapa pertimbangan, antara lain pembakaran batubara di kegiatan PLTU pada temperatur tinggi sehingga kandungan unburnt carbon di dalam FABA menjadi minimum dan lebih stabil saat disimpan.

Hal tersebut yang menyebabkan FABA (dan juga CCP/Coal Combustion Products) dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, subtitusi semen, jalan, tambang bawah tanah (underground mining) serta restorasi tambang. Selain itu, dalam hal pembakaran batubara dilakukan pada temperatur rendah, seperti yang terjadi di tungku industri kemungkinan terdapat unburnt carbon di dalam FABA masih tinggi yang mengindikasikan pembakaran yang kurang sempurna dan relatif tidak stabil saat disimpan, sehingga masih dikategorikan sebagai limbah B3.

Tags:

Berita Terkait