Dua Klaim Joko Tjandra di Pledoi: Peradilan Sesat dan Iming-iming Pinangki
Berita

Dua Klaim Joko Tjandra di Pledoi: Peradilan Sesat dan Iming-iming Pinangki

Minta dibebaskan dari segala dakwaan dan tuntutan.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 4 Menit
Joko Soegiarto Tjandra alias Joko Tjandra. Foto: RES
Joko Soegiarto Tjandra alias Joko Tjandra. Foto: RES

Setelah mendengar surat tuntutan penuntut umum pada Kejaksaan Agung, Joko Soegiarto Tjandra alias Joko Tjandra membacakan nota pembelaannya di Pengadilan Tindak Pindana Korupsi (Tipikor), Jakarta. Terdakwa pemberi suap ini mengklaim menjadi korban peradilan sesat dan penipuan. Dia mengaku menjadi korban peradilan sesat atas Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI Nomor: 12/PK/Pid.Sus/2009 tanggal 11 Juni 2009 dan korban penipuan Pinangki serta Rahmat yang menjanjikan dapat menyelesaikan persoalan hukumnya lewat jalur Fatwa Mahkamah Agung.

“Putusan PK Mahkamah Agung RI Nomor:12/PK/Pid.Sus/2009 tanggal 11 Juni 2009 yang diawali oleh pengajuan permohonan PK oleh Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan jelas dan terang merupakan pelanggaran KUHAP tentang PK yang berakibat terjadi miscarriage of justice (peradilan sesat), ketidakadilan dan pelanggaran hak asasi manusia. Saya telah jadi korban miscarriage of justice (peradilan sesat), korban ketidakadilan, dan korban pelanggaran hak asasi manusia,” katanya, Senin (15/3).

Hal itulah yang membuat Joko Tjandra harus menjalani hukuman pidana 2 tahun. Padahal menurutnya dalam Pasal 263 KUHAP jaksa tidak boleh mengajukan PK, hal itu diperkuat oleh putusan MK yang memuat empat landasan pokok yaitu PK hanya diajukan terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, PK tidak dapat diajukan terhadap putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan, permohonan PK hanya dapat diajukan terpidana atau ahli warisnya, PK hanya dapat diajukan terhadap putusan pemidanaan. Pemohon PK ini adalah Anna Boentaran, istri Joko Tjandra.

Dan akibat proses peradilan yang menurutnya salah itu, maka ada pihak yang memanfaatkan situasi seperti yang dilakukan Pinangki Sirna Malasari dan juga Rahmat yang mengaku bisa membantunya mengajukan proses hukum berkaitan dengan perkara tersebut. Joko juga mengklaim termakan janji manis Pinangki karena dirinya rindu untuk pulang ke tanah air. (Baca: Respons Berbeda 2 Jenderal Polisi Setelah Divonis Bersalah Terima Suap Joko Tjandra)

“Harapan dan kerinduan saya untuk pulang ke tanah air Indonesia yang saya cintai ini telah pula dimanfaatkan orang lain untuk menipu saya. Harapan dan kerinduan saya untuk pulang ke tanah air Indonesia telah menghantar saya pula ke kursi Terdakwa ini, sehingga menjadi korban dari harapan dan kerinduan itu sendiri, karena termakan janji-janji, iming-iming yang ternyata tidak lebih dari suatu penipuan belaka,” ujarnya.

Joko juga menyebut uang AS$1 juta adalah Consultant Fee dan Lawyer Fee yang disepakati untuk pengurusan Fatwa MA sampai selesai dan dia diminta membayar uang muka sebesar AS$500 ribu yang diberikan ke Andi Irfan Jaya. Sehingga uang tersebut bukanlah sebagai pemberian suap kepada Pinangki, apalagi ia tidak ingin berurusan dengan Pinangki sebagai seorang jaksa dan hanya mau berurusan dengan Anita Kolopaking selaku advokat dan Andi Irfan Jaya.

Selain itu ia juga menolak action plan yang ditawarkan Andi Irfan Jaya karena dianggap tidak masuk akal dan hanya sebagai penipuan belaka. “Saya merasa aneh dan heran ketika penuntut umum mendakwa dan menuntut saya melakukan perbuatan permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, sementara saya yang menolak dan membatalkan action plan tersebut karena saya melihat dalam action plan tersebut sangat tidak masuk akal,”terangnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait